PERTOBATAN DAN PEMBAHARUAN SEBAGAI DASAR IMAN KRISTEN
I.
PENDAHULUAN
Bukan Rahasia Lagi kalau manusia Zoon Politicon Cuptanus, yang harus bersosialisasi dan berinteraksi
dengan lingkungannya secara horizontal. Selai itu dalam kaitan Vertikal
Relation dengan Tuhan, manusia sebagai insan relgius yang wajib memelihara
hubungannya dengan Sang Penciptanya. Dalam kaitannya secara aplikatif manusia
dituntut untuk bersikap, beretika dengan benar, dan sikap atau etika yang benar
harus berlandaskan pada dasar yabg benar, sebab orang bisa beretika benar taapi
belum dasar atau motivasinya benar. Dengan kata lain manusia terkhususnya umat
Kristen sangat perlu mengetahui dan memahami apa dasar beretika yang benar
dalam konteks Kristiani yang Alkitabiah. Dasar beretika adalah “Pertobatan dan
Pembaharuan”,
II.
PEMBAHASAN
2.1. Pertobatan
Pengertian Pertobatan
- Pengertian Pertobatan dalam PL
Perjanjian Lama menggunakan 2 istilah untuk pertobatan
yaitu: Nacham dan Shubh.[1]
Nacham berarti sesuatu yang mengandung arti adanya perasaan yang dalam,
baik perasaan menderita (Nacham dalam bentuk Niphal) atau perasaan terlepas
(dalam bentuk Puel). Menderita (Niphal) di sini berarti menyesal yang disertai
adanya perubahan rencana dan tindakan. Dan perasaan terlepas (Piel) menunjukkan
arti dan tindakan menghibur diri dan kata-kata ini dipahami bukan saja untuk
manusia, teapi juga untuk Tuhan (bnd Kej 6: 6-7, Kel 32:14, Hak 2:18, I Sam 15:
11). Sedangkan kata yang paling umum dipakai adalah Shubh, yang artinya
berbalik, berbalik kembali atau kembali lebih luas lagi Shubh melukiskan
tindakan manusia yang menjangkau kesalahan secara terbuka, keadaan hati yang
menyesal, dan menormalisasi hubungan dengan Tuhan. Pentingnya Shubh ini dalam
PL ditunjukkan dengan jumlah pemakaian akan kata itu yaitu mencapai 1054 kaki.[2]
Pertobatan dalam PL tidak dapat dipisahkan dengan Hukum
Taurat, karena tauratlah yang menjadi dasar beretika, bahkan dasar yang
mengatur seluruh Proses kehidupan bangsa Israel. Dalam konteks PL berbalik
kepada Allah berarti berbalik pada hukum taurat, jadi bertobat dapat diartikan
adalah melakukan apa yang dituntut olah hukum taurat.[3]
PL juga menekankan bahwa cakupan pertobatan melebihi duka cita penyesalan dan
perubahan tingkah laku lahiriah, tetapi dalam hal apapun pertobatan yang
sungguh- sungguh itu mencakup merendahkan diri batiniah di hadapan Allah,
perubahan hati yang sungguh- sungguh dan benar-benar merindukan Allah (Ul 4:29,
30: 2, 10, Yes 6: 9), disertai pengenalan yang jelas dan baru tentang jalan-Nya
(Yes 24:7), dan kami kira melalui pertobatan itu adalah lebih dari semua itu,
yakni pertobatan itu harus dihidupi sehingga teraplikasi dalam kehidupan
sehari-hari.
- Pe ngertian Pertobatan dalam PB
PB yang menggunakan bahasa Yunani menggunakan 3 kata dalam
mendeskripsikan pengertian pertobatan, ketiga itu adalah “Metanoia, Epistrope, dan
Metamekeia ” [4]
·
Metanoia (Verb. Metanoeo)
Adalah kata yang paling umum digunakan dalam PB, dan
kata ini muncul sekitar 58 kali dalam PB.[5]
Secara azasi kata ini berarti perubahan hati, yakni pertobatan nyata dalam
pikiran, sikap, pandangan dengan arah yang sama sekali berubah, berbalik pada
Allah dan mengabdi pada-Nya. Hal ini terungkap dalam perangai seseorang sebagai
dampak dari karya Roh Kudus. Dalam bahasa Inggris kata ini diterjemahkan
sebagai Repentance namun terjemahan
ini kurang mendalam sehingga menghilangkan aspek emosionalnya. Menurut Tnench terjemahan yang sesuai dengan
Yunani Klasik adalah:
a.
Pengetahuan yang diperoleh
kemudian, mengetahui sesudahnya,
b.
Berubah pikiran sebagai hasil
yang sudah diperoleh itu,
c.
Menyesali jalan semula yang
diambil, dan
d.
Suatu tingkah laku untuk masa
depan.
Namun kata Metanoia ini tidak hanya menyatakan perubahan
kearah yang baik tetapi juga sebaliknya yakni perubahan kea rah yang buruk.[6]
·
Epistrophe (Verb. Epistropho)
Kata kedua yang jg sering dipahami untuk menunjukkan
pertobatan dalam Pb adalah Epistrophe. Kata ini muncul 2 kali sebagai kata
benda dan beberapa kali sebagai kata kerja. Walaupun kata ini jarang dipakai
jika dibandingkan dengan metanoia, tetapi kata ini kadang punya makna yang
lebih dalam dari kata metanoia. Kata ini menunjukkan langkah terakhir dari
pertobatan yang menekankan kenyataan bahwa hubungan yang baru dan kehidupan
yang aktif telah ditunjukkan kearah yang lain. Terkadang metanoia hanya
mengandung pengakuan akan dosa- dosa tetapi epistrophe selalu mencakup elemen
iman.[7]
·
Metameleia (Verb. Metamelomai)
Metamekeia adlah kata ke tiga yang beberapa kali juga
muncul di dalam PB untuk menterjemahkan Nicham. Secara sederhana kata ini
berarti menjadikan perhatian pada seseorang sesudahnya. Kata ini muncul
sebanyak 5 kali (Mat 21:29, 32; 27:3, II Kor 7:10, Ibr 7:2). Metamekeia dalam
ayat-ayat ini menekankan elemen penyesalan akan dosa yang sangat mengutamakan elemen negatif, netrospektif dan
emosional.
Jika dilihat dari kata-kata di atas, maka kita dapat
simpulkan pertobatan dalam PB sungguh memiliki makna yang tidak hanya mencakup
penyesalan tetapi juga menuntut perubahan sikap yang berbalik dari kehidupan
lama dan aktif berjalan dalam hidup baru berdasarkan terang Kristus. Jika dalam
PL pertobatan pada Allah dapat disamakan dengan pertobatan pada taurat, maka
dalam PB namanya sedikit berbeda tetapi tujuannya sama. Pertobatan dalam PB
menekankan kebersatuan dalam Pribadi Yesus. Berusaha meneladani Yesus, karena
Yesus Tuhan adalah kegenapan dalam hukum taurat. Bahkan Paulus menyatakan bahwa
pertobatan adalah ciptaan baru (II Kor 5:17), pertobatan itu ditekankan sebagai
unsur yang penting dengan perenungan yang sungguh sebagai dasar untuk hidup
baru atas anugerah Tuhan.
Hakikat Pertobatan
William Chang dalam bukunya Pengantar Teologi Moral
menyebutkan bahwa hakikat pertobatan adalah meliputi 2 hal yaitu:
A.
Perubahan Menyeluruh
Perubahan menyaluruh tertuju pada transformasi moral
religius dari yang jahat kepada yang baik. Dalam seluruh hidup manusia.
Perubahan manusia secara menyeluruh ini adalah indikasi pertobatan dan
perubahan ini menuntut untuk merekapitulasi dan mentransformasi orientasi dasar
manusia yang telah begitu melawan Tuhan. Perubahan disini harus terjadi secara
personal dengan penyesalan sempurna dalam bentuk penyerahan diri secara
menyeluruh untuk diatur oleh Tuhan. Jadi pertobatan harus didasari dengan
perubahan sikap yaitu berbalik pada Allah secara menyeluruh dengan penyesalan
hati dan tanpa paksaan.
B.
Buah Kerja Sama
Pertobatan adalah buah kerja sama antara Allah dan
manusia. Kerjasama yang dimaksud bukanlah kerjasama sederajat, bukan berarti
juga kalau Allah yang mengerjakan
setengah dan kemudian setengahnya lagi dikerjakan oleh manusia. Kerjasama yang
dimaksud adalah proses pertobatan atas anugerah Tuhan. Dimana Tuhan yang
memanggil dan panggilan itu ditanggapi oleh manusia. Tanggapan itu
diekspresikan berupa penyesalan mendalam dan sungguh memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih. Dalam kaitan
ini kita harus menggaris bawahi bahwa Allah tetap memegang kembali atas segala
hal dan pertobatan itu terjadi tidak pernah karena kehebatan manusia.
Sarana Pertobatan
Sarana pertobatan selalu berada di pihak Allah dan hanya
karena karunia Allah. Dan sarana yang dipakai berdasarkan kesaksian Alkitab
adalah Firman Allah (Luk 16:30-31), pemberitaan Injil (Mat 12:41, Luk 24:47),
kebaikan Allah pada mahkluk ciptaannya (Rom 2:4, II Pet 3:9), ajaran dari Tuhan
(Ibr 12:10-11), percaya akan kebenaran (Yun 3:5-10), dan lain-lain adalah
sarana-sarana pertobatan.[8]
Dan jika kita menganalisa sarana- sarana ini kita akan sampai pada kesimpulan
bahwa pertobatan itu Theo-Sentris atas kasih-Nya pada umat-Nya.
Jenis- Jenis Pertobatan
Ada 3 jenis pertobatan menurut William Chang Yaitu:
- Pertobatan Intelektual
Pertobatan Intelektual adalah penjelasan yang mendalam
tentang suatu kenyataan. Kenyataan disini diartikan sebagai sesuatu yang bisa
diterima manusia melalui pengalaman yang diperhitungkan dengan pengertian. Pertobatan
ini berusaha untuk keluar dari kerangka fikiran manusia yang salah yang
berusaha merumuskan Allah. pertobatan ini ditandai dengan peralihan
terus-menerus tentang idiologi, pengertian yang salah, gamnaran palsu tentang
Tuhan yang sebenarnya seperti yang Tuhan Yesus sendiri sebutkan (bnd Mat 11:27).
Karena sekarang banyak gambaran tentang tentang Tuhan yang dibuat oleh manusia
seperti hakim yang agung, polisi surga, dan lain-lain. Jadi dengan bantuan
pertobatan intelektual ini manusia dapat berpaling dari gambaran Tuhan yang
keliru kepada Allah yang memanggil kita didalam Tuhan Yesus (bnd II Kor 4:6).
- Pertobatan Moral
Pertobatan Moral adlah pertobatan yang tidak hanya
berhenti pada pemahaman, tetapi juga mencakup mencakup tindakan nyata. Ini
adalah wujud aplikatif tentang pengertian . tentang apa yang baik kedalam
tindakan konkrit. Pertobatan ini tidak lagi berbasiskan kepuasan atas keputusan
tertentu tetapi lebih mengarah kepada orientasi nilai etis apa yang dihasilkan
tindakan itu.
- Pertobatan Religius
Pertobatan Religius ini melebihi pemahaman pertobatan
intelektual maupun moral. Pertobatan ini adalah dasar baru bagi semua penilaian
dan perbuatan tentang kebaikan dan ini pulalah klimaks dari kedua pertobatan
sebelumnya. Dalam pertobatan ini Tuhan merukunkan kembali semua hubungan kita
dan mamberikan kita kebebasan yang penuh dengan tanggung jawab sebagai
orang-orang yang telah dipanggil-Nya. Pertobatan Religius ini tidak hanya
mencakup perubahan cara pikir (intelektual), perubahan sikap (moral), tetapi
juga meliputi pembaharuan kerohanian.
2.2. Dasar
Pembaharuan
2.2.1
Pengertian Pembaharuan
Dalam Alkitab pembaharuan sering sekali disamakan
maknanya dengan kelahiran kembali (2 Kor. 4:6). Kata Yunani yang dipakai untuk
kelahiran kembali ini adalah Paligenesia dan kata paligenesia ini dipakai
secara umum dan khusus. Secara umum yaitu, untuk menunjuk kepada pembaharuan
segala sesuatu, pembaharuan alam semesta, yang kelak akan terjadi pada
kedatangan Kristus yang ke 2 kali atau menunjuk kepada cara hidup yang baru
pada umumnya. Dan secara khusus merujuk pada karya Tuhan Allah yang dikerjakan
secara langsung dengan perantaraan Roh Kudus, untuk mencurahkan hidup baru ke
dalam diri manusia, yang semula mati secara rohani itu, sehingga manusia dapat
mengungkapkan hidup yang baru.[9]Pembaharuan
batin ini mencakup pembaharuan hati dan pikiran, dimana Roh Kudus bekerja
secara tersembunyi.
2.2.2
Pentingnya Pembaharuan
Tidak mungkin manusia dapat beretika dan bersekutu
dengan Allah karena hakekat manusia yang telah rusak dalam dosa. Karena itu
pembaharuan adalah syarat mutlak yang harus manusia peroleh atas anugerah
Allah. perubahan moral ini hanya dapat dilakukan dengan karya Roh Kudus dan perubahan ini membuahkan pengudusan
Allah. Kelahiran kembali atau pembaharuan ini menyatakan diri dalam pertobatan
dan iman. Dalam pembaharuan Roh Kudus bekerja secara tersembunyi, namun
walaupun begitu hasilnya nyata dalam wujud pertobatan dan iman. Karena orang
yang dilahirkan kembali tentu akan bertobat dan percaya. Pertobatan dan iman
inilah yang merupakan respon manusia terhadap panggilan Allah dan respon ini
tentu harus menyertakan ketaatan mutlak pada kehendak Tuhan.
2.2.3
Sarana Pembaharuan
Pembaharuan adalah mutlak karya Roh Kudus namun dalam aplikasinya
praktisnya Roh itu memakai sarana pembaharuan yaitu:[10]
1.
Kehendak Allah, yaitu sesuatu
yang berawal dari Allah.
2.
Kematian dan kebangkitan
Kristus, yakni kelahiran baru/pembaharuan yang timbul karena iman pada karya
salib Yesus
3.
Firman Allah, yaitu firman yang
menyadarkan dan mebaharui.
4.
Para pelayan firman
5.
Roh Kudus
2.2.4
Akibat Pembaharuan
Orang yang telah mengalami pembaharuan pasti akan
dilahirkan kembali dalam Roh dan Kebenaran, dan setiap orang yang telah lahir
dalam Roh dan Kebenaran pasti akan mampu untuk beretika secara benar juga.
Pembaharuan menghasilkan pertobatan dan iman serta membawa pengampunan dan
anugerah Allah. tanpa pembaharuan manusia tidak mampu untuk beretika karena
hati dan kehendaknya dikuasai oleh dosa. Jadi pembaharuan berdampak pada
perubahan kelakuan, sikap hidup yang murni dan ketaatan kepada Allah.
2.3. Pertobatan dan Pembaharuan Sebagai Dasar Etika Kristen
Kita telah memahami apa itu etika, yang mana etika itu bukan
hanya mencakup wujud perbuatan tapi juga kehendak perbuatan baik itu sendiri.
Pertobatan dan pembaharuan adalah adalah elemen dasar yang harus diterima agar
kehendak manusia itu dimurnikan dari kehendak dosa. Dasar beretika tentu harus
kembali kapada kemurnian hati bagaimana manusia itu berkehendak. Kita perlu
kembali mengkaji perbedaan antara moral dan etika yang merupakan hal yang sama
dalam wujud berbuat baik tapi belum tentu kehendak atau motivasinya benar.
Kehendak/motivasi itu juga harus baik agar tercipta sikap/tindakan yang baik.
Kehendak atau motivasi untuk berbuat baik itu hanya
dapat diterima bila kita telah mengalami pertobatan dan pembaharuan oleh Roh
Tuhan, karena bertobat itu sejalan dengan percaya dan berbalik kepada Allah. saat
bertobat dan percaya manusia memperoleh pembaharuan hidup dan dalam pembaharuan
hidup berarti harus ada tindakan nyata. Namun pertobatan juga tidak berhenti
sampai di situ, karena manusia hidup dalam dunia dan berpotensi untuk berdosa
lagi, jadi perrlu adanya pertobatan dan pembaharuan terus-menerus agar tercipta
hidup beriman yang terus-menerus disempurnakan oleh Roh Tuhan. Itu sangat
diperlikan karena tabiat manusia adalah manusia yang berdosa dan oleh karena
itu perlu proses pertobatan dan pembaharuan yang terus-menerus. Inilah dasar beretika
hidup yang benar dan baik, kita akan menghasilkan perbuatan atau etika yang
baik jika kita tetap hidup dalam proses pertobatan dan pembaharuan setiap hari.
III.
KESIMPULAN
Etika adalah dasar hubungan yang benar baik secara
horizontal dan vertical kepada Tuhan. Pertobatan dan pembaharuan sebagai dasar
etika Kristen adalah hal yang esensial dan sangat fundamental bila ingin
beretika benar maka pertobatan dan pembaharuan merupakan hal yang tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lain. Dengan ini kami menyimpulkan bahwa pertobatan
dan pembaharuan sangat penting sebagai dasar beretika dan ini tidak dapat
dipisahkan juga dari peran serta Roh Tuhan.
IV.
KEPUSTAKAAN
Berkhof,
Louis., Teologi Sistematika 4 Doktrin
Keselamatan, Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1997
Chang,
William., Pengantar Teologi Moral, Semarang: KANISIUS, 2000
Echols,
Jhon. M., dan Hasan Shadily, Kamus
Inggris Indonesia , Jakarta
: PT Gramedia, 2005
Hadjiwijono,
Harun., Iman Kristen, Jakarta: BPK GM, 2006
Penyusun,
Tim., Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jakarta: YKBK/ OMF, 1995
Penyusun,
Tim., Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai
Pustaka, 1991
Ten
Napel, Henk., Jalan Yang Lebih Utama Lagi, Jakarta:
BPK-GM, 1988
Theissen,
Henry C., Teologi sistematika, Malang: Gandum Mas, 2008
[1] Louis Berkhof, Teologi
Sistematika 4 Doktrin Keselamatan, Lembaga Reformed Injili Indonesia,
1997, Hlm. 149-150
[2] William Chang, Pengantar
Teologi Moral, Semarang:
KANISIUS, 2000, Hlm. 183
[3] Henk Ten Napel, Jalan Yang
Lebih Utama Lagi, Jakarta:
BPK-GM, 1988, Hlm. 21
[4] Lois Berkhof, Op Cit,
Hlm. 150-154
[5] Tim Penyusun, Ensiklopedia
Alkitab Masa Kini, Jakarta:
YKBK/ OMF, 1995, Hlm. 486
[6] Lois Berkhof, Op Cit,
Hlm. 151
[7] Ibid, Hlm 154
[8] Henry C. Theissen, Teologi
sistematika, Malang:
Gandum Mas, 2008, Hlm. 412
[9] Harun Hadjiwijono, Iman Kristen, Jakarta: BPK GM, 2006, hlm. 398
[10] Henry C. Theissen, Op. Cit, hlm. 428
Terbaek. Aku nyaji ini loh bang..
BalasHapus