Tafsiran Kitab Ayub 7 : 1-6
Dengan menggunakan
metode Teologi Pembebasan
I.
Pendahuluan
Kitab Ayub salah satu dari beberapa kitab sastra di mana
di dalam kitab Ayub bercerita tentang bagaimana Allah berperan sebagai
penyelamat bagi umatNya yang berharap kepadaNya dan saya mencoba menafsirkan
dengan salah satu jenis penafsiran yaitu Teologi Pembebasan. Penulis sadar di
dalam bahasan ini masih banyak kekurangan oleh karena itu saya memerlukan saran
dan kritik yang membangun agar sajian kedepan nya dapat lebih baik lagi terima
kasih
II.
Pembahasan
2.1. Sekilas mengenai
metode Teologi Pembebasan
2.1.1.
Pengertian
Metode Teologi Pembebasan
Teologi
pembebasan merupakan sebuah fenomena kompleks, yang seharusnya tidak
disederhanakan begitu saja.[1]
Dengan kata lain Teologi Pembebasan adalah suatu usaha
kontekstualisasiajaran-ajaran dan nilai keagamaan pada masalah konkret
disekitarnya. Teologi Pembebasan adalah upaya berteologi secara kontekstual.[2]Pelaku
teologi pembebasan adalah rakyat yang tertindas itu sendiri.Secara sederhana
dapat dikatakan bahwa metode teologi pembebasan, sebagai teologi rakyat atau
“teologi dari bawah”.[3]
2.1.2.
Latar
Belakang Teologi Pembebasan
Sebagai
sebuah gerakan teologi pembebasan di Amerika Latin sudah muncul pada awal abad
ke 16, pada saat munculnya “ Teologi Kenabian”. Metodologi teologi pembebasan
bertolak dari reaksi terhadap sistem masyarakat yang tidak adil.Teologi
Pembebasan menangani orang yang dianggap bukan orang lagi.Pelaku teologi
pembebasan ialah rakyat yang tertindas itu sendiri.Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa metode teologi pembebasan, sebagai teologi rakyat atau “teologi
dari bawah”.Adalah dari bawah ke atas dari praksis ke refleksi teologis.Istilah
ini diberikan untuk “teologi yang berdimensi kemasyarakatan”, yang berpangkal
pada pengalaman dan masalah manusia ditengah konteks kemasyarakatan yang nyata
dengan segala segi kehidupannya.[4]
2.2.Sekilas mengenai Kitab Ayub
2.2.1.
Pengertian
Kitab Ayub
Nama Ayub
(Ibr. iyyov), yang di tafsirkan oleh
Albright sebagai “Di manakah Bapa(ku)?” terdapat dalam surat-surat Amarna
(kira-kira 1350 sM)[5]
Dari makna nama Ayub sudah jelas bahwa kitab ini menceritakan mengenai
penderitaan seorang tokoh yaitu, Ayub, yang mana ia adalah seorang yang kaya
raya, yang tulus hati dan saleh namun secara tiba-tiba ia kehilangan harta
bendanya keluarganya, dan sahabatnya serta ia
menderita sakit parah yaitu penyakit kusta disekujur tubuhnya[6]
2.2.2.
Latar
Belakang kitab Ayub
Pada
masa Ayub, kekayaan diukur berdasarkan jumlah ternak dan pelayan yang dimiliki
seseorang, bukan uang, karena uang memang tidak digunakan secara umum pada
waktu itu. Ayub hidup pada masa orang Israel di Mesir, sebab mungkin sahabat
Ayub, yaitu Bildad orang Suah, adalah keturunan Suah, putra Abraham dan Ketura
(Kej 25:2), dan mungkin juga leluhur Elifas yaitu Esau (Kej36:10).[7]
Kitab Ayub tergolong sebagai salah satu Kitab Sastra, termasuk dialog (4:27),
percakapan seorang diri (3), wacana (29-41), narasi (1-2)m an nyanyian pujian
(28). Bentuk-bentuk ini adalah umum bagi sastra hikmat.[8]Kitab
Ayub disebut sastra hikmat karena membahas secara mendalam soal-soal universal
yang penting dari umat manusia.Kitab ini mempermasalahkan penderitaan pribadi
yang dialami oleh Ayub bukan penderitaan suatu bangsa.[9]
2.2.3.
Tujuan
Penulis
Tujuan
Kitab Ayub adalah menyelidiki perlakuan Allah terhadap orang benar.Penyelidikan
ini mengusut dua pokok utama. Pertama, iblis secara tak langsung menyatakan
dalam Ayub 1:9-11 bahwa kebijakan Allah dalam memberkati orang benar justru
menghalangi perkembangan kebenaran yang sejati . Berkat menyebabkan orang-orang
mau hidup benar karena keuntungan yang akan mereka peroleh. Iblis mengatakan
bahwa pernyataannya dapat dibuktikan dengan cara menghentikan berkat-berkat
Ayub. Iblis beranggapan bahwa tidak ada orang yang mau hidup benar tanpa
pamrih, dan hal itu tak mungkin ada dalam sistem yang dijalankan Allah.dalam
kasus ini, kebijaksanaan Allah di uji, bukan Ayub. Kedua, Ayub bertanya-tanya
bagaimana mungkin Allah membiarkan orang benar menderita.Sekali lagi, kebijakan
Allah diuji.
Pesan yang disampaikan
Kitab ini sehubungan dengan masalah setan ialah bahwa kebiasaan Allah untuk
memberkati orang benar tidaklah menghalangi pengembangan kebenaran yang
sejati.Berkenaan dengan situasi Ayub, pesannya adalah bahwa Allah tidak
berkewajiban untuk memastikan bahwa orang benar menerima berkat dan hanya
berkat.Dunia ini lebih kompleks dari itu.[10]
2.2.4.
Penulis,
Waktu dan Tempat Penulisan Kitab Ayub
Kitab ini tidak menyebutkan nama penulis, tetapi
dalam Talmud dan diikuti oleh banyak penulis Kristen zaman dulu, berkata bahwa
Kitab ini ditulis oleh Musa, dengans alah satu bukti disebutnya orang Kasdim
sebagi penyamun yang menggembara (1:17) dan qesita
(mata uang) yang bersifat kuno (42:11), menunjuk kepada kekunoan cerita
Kitab ini dan bukan kekunoan kepada Kitab sastranya.[11]Dan
dari berbagai buku yang membahas tentang Kitab Ayub, tidak ada informasi yang
sangat jelas mengenai siapa penulis Kitab ini yang sebenarnya.Kesulitan
menentukan tanggal untuk Kitab Ayub disebabkan karena banyaknya tanggal yang
terkait dengannya, mulai dari zaman para leluhur sampai pada zaman pasca
pembuangan.[12]Tetapi
ada juga yang berpendapat bahwa penulis Kitab ini bisa saja Ayub sendiri,
Elihui, Musa, Salomo, Yesaya, atau bahkan Hizkia tetapi tidak yang konkret
mengenai hal tersebut karena penulis bersembunyi dibelakang seorang tokoh Ayub.
Walaupun pengarang dengan sengaja menyembunyikan diri, namun ada beberapa hal
yang dapat dikatakan:[13]
·
Penulis tentunya
mengalami penderitaan yang sama seperti Ayub karena pengenalannya terhadap
keadaan Ayub begitu jelas;
·
Ia menemukan kelegaan
dari kepedihannya dalam pertemuannya dengan Allah yang sama seperti gambar yang
begitu mengesankan tentang jawaban Allah dari dalam badai (Ayub 38-42 dan Mzm
37:17);
·
Penulis betul-betul
memahami teknik-teknik hikmat dan tradisi, sebagaimana dikatakan dalam tema dan
cara-cara penulisannya;
·
Penderitaannya membuat
dia berselisih dengan pendapat hikmat tradisional yang mengajarkan pola-pola
mutlak mengenai umat ilahi dalam alam semesta-berkat selalu merupakan buah
kebenaran dan upah dosa selalu berupa penderitaan;
·
Ia seorang Israel,
sebagaiman ditunjukkan dalam pandangannya tentang kuasa Allah, seruannya akan
keadilan Allah dan etikanya yang tidak dapat disalahkan (31:1-40);
·
Ia memilih tempat
kejadian cerita itu di Tanah Us diluar Israel atau bagian selatan edom atau
sebelah timur Gilead, karena tempat itu adalah sumber kisah kuno dan juga
karena penderitaan seperti itu menggambarkan pengalaman manusia secara
universal; dan
·
Dia menceritakan
pengalamannya untuk menguatkan temannya atau muridnya menghadapi penderitaan
yang mungkin akan menimpa mereka, bahkan dengan lebih mahir daripada
sahabat-sahabatnya orang bijak yang menulis Mzm 37:39 dan 73.
Namun tidak seorangpun yang dapat dikatakan dengan
pasti sebagai penulis Kitab Ayub, hanya satu hal yang pasti, yakni penulis
Kitab tersebut adalah seorang yang setia, yang mengetahui kebenaran dari kisah
Ayub atau dengan kata lain adalah bahwa penulisnya salah satu dari kerabat
terdekat Ayub yang mengetahui keseluruhannya tentang Ayub.[14]
2.2.5.
Struktur
Kitab Ayub
Struktur Kitab Menurut
Stanley M. Horton Dkk.[15]
1. Prolog
prosa: Krisisnya (1:1-2:13)
A. Ayub,
orang benar yang takut akan Tuhan (1:1-5)
B. Percakapan
antara Tuhan dengan iblis, dan berbagai musibah yang kemudian menimpa Ayub
(1:6-2:10)
C. Kunjungan
ketiga sahabat Ayub (2:11-13)
2. Dialog
antara Ayub dan teman-temannya: Usaha mencari jawaban yang masuk akal
(3:1-31:40)
A. Rangkaian
dialog pertama: kebenaran Allah (3:1-14:22)
·
Ayub meratapi hari
kelahirannya (3:1-26)
·
Tanggapan Elifas
(4:1-5:27)
·
Tanggapan balik Ayub
(6:1-7:21)
·
Tanggapan Bildad
(8:1-22)
·
Tanggapan balik Ayub
(9:1-10:22)
·
Tanggapan Zofar
(11:1-20)
·
Tanggapan balik Ayub
(12:1-14:22)
B. Rangkaian
dialog kedua: nasib orang Fasik (15:1-21:34)
·
Tanggapan Elifas
(15:1-35)
·
Tanggapan balik Ayub
(16:1-17:16)
·
Tanggapan Bildad
(18:1-21)
·
Tanggapan balik Ayub
(19:1-29)
·
Tanggapan Zofar
(20:1-29)
·
Tanggapan balik Ayub
(21:1-34)
C. Rangkaian
dialog ketiga: sifat berdosa Ayub (22:1-31:40)
·
Tanggapan Elifas
(22:1-30)
·
Tanggapan balik Ayub
(23:1-24:25)
·
Tanggapan Bildad
(25:1-6)
·
Tanggapan balik Ayub
(26:1-14)
·
Rangkuman terakhir Ayub
mengenai pendapat dasarnya (27:1-31:40)
3. Berbagai
wejangan Elihu: awal pengertian (32:1-37:24)
A. Elihu
diperkenalkan (32:1-6a)
B. Wejangan
pertama: ajaran Allah kepada manusia melalui penderitaan (32:6b-33:33)
C. Wejangan
kedua: keadilan Allah dan kepongahan Ayub (34:1-37)
D. Wejangan
ketiga: kejujuran tidaklah tanpa keuntungan (35:1-16)
E. Wejangan
keempat: kesemarakan Allah dan ketidaktahuan Ayub (36:1-37:24)
4. Tuhan
menjawab Ayub: pernyataan langsung (38:1-42:6)
A. Allah
menegur ketidaktahuan Ayub (38:1-39:35)
B. Kerendahan
hati Ayub (39:36-38)
C. Allah
menentang kecaman Ayub terhadap keadilan-Nya dalam memerintah dunia
(40:1-41:25)
D. Ayub
mengakui keterbatasan pengetahuannya tentang jalan-jalan Allah (12:1-6)
5. Epilog
prosa: krisis berakhir (42:7-17)
A. Ayub
berdoa untuk ketiga temannya (42:7-9)
B. Berkat
dua kali lipat bagi Ayub (42:10-17)
Struktur Kitab menurut J Blomendaal[16]
Fasal 1-2 : Sidang Ilahi
Fasal 3-27 : Perdebatan antara Ayub dengan sahabat
sahabat nya
Fasal 28-31 : hikmat dipuji
Fasal 32-37 : Elihu kawan yang keempat
Fasal 38-42:6 : Allah sendiri datang dan menjawab
Fasal
42:7-14: Allah mengatakan bahwa kawan-kawannya itu tidak benar
Struktur Kitab menurut
Andrew. E. H & John. H. W.[17]
Percakapan
·
Percakapan 1: Ayub
A. Kenangan
(29)
B. Kesengsaraan
(30)
C. Sumpah
(31)
·
Percakapan 2: Elihu
A. Pendahuluan
dan teori (32-33)
B. Keputusan
terhadap Ayub (34)
C. Ayub
(35)
D. Pernyataan
penutup berupa rangkuman (36-37)
·
Percakapan 3: Allah
A. Ucapan
1 (38-39)
B. Ucapan
2 (40-41)
·
Pernyataan-pernyataan
penutup Ayub (40: 3-5; 42:1-6)
2.3.Analisa Teks
2.3.1. Perbandingan Bahasa
Ayat 1 Tidak ada perbedaan yang signifikan
Ayat 2 Tidak ada perbedaan yang signifikan
Ayat 3 Tidak ada perbedaan yang signifikan
Ayat 4
LAI : Gelisah
NIV : till dawn
BPH : Marguling-guling(Resah)
TM : יךא (Takut)
Keputusan yang Mendekati TM tidak ada
Ayat 5 Tidak
ada perbedaan yang signifikan
Ayat 6 Tidak
ada perbedaan yang signifikan
2.3.1.Kritik Aparatus
Tidak di
temukan kritik pada teks masora
2.3.2. Skopus
Skopus dari Ayub 7:1-6 adalah bagaimana pengharapan
manusia akan karya penyelamatan dari
Allah di dalam kehidupan nya sehari hari
2.3.3. Terjemahan Akhir
Ayub
7:1-6
Bukan
kah manusia harus bergumul di bumi, dan hari-harinya seperti hari-hari orang
upahan?
Seperti
kepada seorang budak yang merindukan naungan, seperti kepada orang upahan yang
menanti-nantikan upahnya,
demikianlah
dibagikan kepadaku bulan-bulan yang sia-sia, dan ditentukan kepadaku
malam-malam penuh kesusahan.
Bila
aku pergi tidur, maka pikirku bilakah aku akan bangun? Tetapi malam merentang
panjang, dan aku dicekam oleh gelisah sampai dinihari.
Berenga
dan abu menutupi tubuhku, kulitku menjadi keras, lalu pecah.
Hari-hariku
berlalu lebih cepat dari pada torak, dan berakhir tanpa harapan.
2.3.4.
Tafsiran
Penindas : Sahabat
Ayub
Tertindas : Ayub
Pembebas : Allah
Pada ayat 1 adalah sambungan dari jawaban Ayub terhadap
pandangan dari sahabat sahabat Ayub tentang Allah dan jawaban Ayub menjadi
cambuk bagi sahabat sahabat nya bahwa manusia harus bergumul akan apapun itu
karena Ayub yang notaben nya sudah sempurna dalam pandangan manusia di sekitar
nya juga bergumul akan kehidupan nya jadi ketika cobaan datang manusia tidak
perlu merasa terkejut dan merasa bergumul hal yang sangat merugikan karena
manusia harus bergumul di bumi hari hari seperti orang upahan yang di maksud
adalah bagaimana orang upahan itu berusaha agar mendapatkan upahan hanya dengan
cara bekerja sekuat tenaga dan tidak memikirkan bagaimana kondisi kesehatan
atau cuaca dia hanya memikirkan bagaimana caranya mendapatkan upah ya dia harus
bekerja kerasuntuk mendapatkan upahan karena kalau orang upahan tidak bekerja
maka orang upahan tidak akan makan
Pada ayat 2 adalah pengharapan dimana kita yang telah
bergumul yang telah bekerja keras harus berharap seperti seorang budak yang
merindukan naungan di mana budak yang terlantar tidak memiliki tempat untuk
merebahkan badan atau tempat untuk nya mendapatkan makanan dan terhindar dari
panas terik nya matahari atau dingin nya angin malam penghaapan kita juga harus
seperti orang upahan yang telah lelah bekerja selama 1 harian penuh dan akan
mendapatkan hasil dari kerja keras yang di harapkan tidak sia sia
Pada ayat 3-6adalah permasalahan yang di hadapi di mana
kita akan menghadapi dan melakukan hal yang sia sia selama berbulan bulan dan
setiap malam kita akan penuh dengan kesusahan yang diberikan sehingga kita akan
berfikir bagaimana kah kita dapat bangun dari tidur kita dan dikarenakan
kegelisahan kita yang begitu mengerikan kita merasa malam yang kita lalui amat
teramat panjang menyebabkan kita lelah dalam menanti kesulitan apa yang akan
terjadi pada kita selanjutnya? Hari esok tidak lagi menjadi pengharapan bagi
kita akan tetapi menjadi hal yang membuat gelisah hingga hari berlalu begitu
saja(4) berenga yang di maksud pada ayat 5 ini adalah ulat ulat yang mendiami
tubuh yang sudah membusuk atau yang biasa di sebut belatung dan abu dapat
diartikan bahwa tubuh nya sudah membusuk dan ulat serta abu yang dapat
diartikan sebagai kotoran sudah memenui mengkibatkan kulit yang mengeras
tersebut menjadi pecah dan ayat 6 penulis kitab Ayub melihat bagaimana hari
hari yag terlewati dengan sia sia seperti mesin torak yaitu mesin penggerak
daya yang berputar sangat cepat dan berakhir tanpa ada nya harapan akan ada nya
III.
Refleksi
Teologis
Yang
menjadi refleksi teologis adalah Ayub 7 :1-2 mengenai pengharapan kita akan
adanya penyelamatan dari Allah pada kita kalau kita mau merendahkan diri di
hadapan nya
IV.
Kesimpulan
Dari tulisan ini dapat saya ambil kesimpulan mengenai Allah akan selalu menolong
orang orang yang tertindas dan Allah akan selalu menyertai orang orang yang mau
berpengharapan seperti orang upahan maka kita akan mendapatkan upah kita
\
....,
Alkitab Edisi Studi, Jakarta: Lembaga
Alkitab Indonesia, 2011
….
Kepausan, Komisi Suci Penafsiran Alkitab
dalam Gereja, Yogyakarta:Kanisius, 2003
Blomendaal,J.
Pengantar kepada Perjanjian Lama,Jakarta:BPK-GM,2011
Bullock,C.
Hassell Kitab-Kitab Puisi Dalam
Perjanjian Lama, Malang: Gandum Mas, 2003
E.
H, Andrew. & John. H.
W, Survei Perjanjian Lama, Jawa
Timur: Gandum Mas, 2008
Ellison,H.
L. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jakarta:
Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2008
Heavenor
,C. S. P. & W. B.
Sijabat, Tafsiran Alkitab Masa Kini II,
Mengenal Kitab Ayub, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/ OMF, 1994
Horton, Stanley. M. Dkk, Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan,
Malang: Gandum Mas, 2008
Kusnabiningrat,
F. Teologi dari Pembebasan,
Jakarta:Logos, 2000
Lasor,
W. Sdkk, Pengantar Perjanjian Lama II,
Jakarta: BPK-GM, 2012
Sumber Internet
….www.Wikipedia_Teologi Pembebasan. Com, diakses pada 23Agustus 2015 Pukul 21.00
[1] ….Komisi Suci Kepausan, Penafsiran
Alkitab dalam Gereja, (Yogyakarta:Kanisius, 2003), 83
[3] F. Kusnabiningrat, Teologi
dari Pembebasan, (Jakarta:Logos, 2000), 45
[4] F. Kusnabiningrat, Teologi Pembebasan, (Jakarta:Logos, 2000),44-46
[5] W.S.LaSor D.A.Hubbard dan F.W.Bush, Pengantar
Perjanjian Lama 2, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012),107
[6]J.Blomendaal, Pengantar
kepada Perjanjian Lama,(Jakarta:BPK-GM,2011),125
[7] ...., Alkitab Edisi Studi, (Jakarta:
Lembaga Alkitab Indonesia, 2011),815-816
[8] Andrew. E. H & John. H. W, Survei
Perjanjian Lama, (Jawa Timur: Gandum Mas, 2008),427
[9] W. S. Lasor, dkk, Pengantar
Perjanjian Lama II, (Jakarta: BPK-GM, 2012),109
[10] Andrew. E. H & John. H. W, Survei
Perjanjian Lama, 433
[11] H. L. Ellison, Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2008), 113
[12] C. Hassell Bullock, Kitab-Kitab
Puisi Dalam Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 2003),93
[13] W.S. Lasor, dkk, Pengantar
Perjanjian Lama II, 111
[14] C. S. P. Heavenor & W. B. Sijabat, Tafsiran Alkitab Masa Kini II, Mengenal Kitab Ayub, (Jakarta:
Yayasan Komunikasi Bina Kasih/ OMF, 1994), 67
[15] Stanley. M. Horton Dkk, Alkitab
Penuntun Hidup Berkelimpahan, (Malang: Gandum Mas, 2008), 754
[16]J.Blomendaal, Pengantar
kepada Perjanjian Lama,
[17] Andrew. E. H & John. H. W, Survei
Perjanjian Lama,429