Rabu, 02 November 2016

Ayub dalam Pembebasan



Tafsiran Kitab Ayub 7 : 1-6
Dengan menggunakan metode Teologi Pembebasan
       I.            Pendahuluan
Kitab Ayub salah satu dari beberapa kitab sastra di mana di dalam kitab Ayub bercerita tentang bagaimana Allah berperan sebagai penyelamat bagi umatNya yang berharap kepadaNya dan saya mencoba menafsirkan dengan salah satu jenis penafsiran yaitu Teologi Pembebasan. Penulis sadar di dalam bahasan ini masih banyak kekurangan oleh karena itu saya memerlukan saran dan kritik yang membangun agar sajian kedepan nya dapat lebih baik lagi terima kasih
    II.            Pembahasan
2.1. Sekilas mengenai metode Teologi Pembebasan
2.1.1.      Pengertian Metode Teologi Pembebasan
Teologi pembebasan merupakan sebuah fenomena kompleks, yang seharusnya tidak disederhanakan begitu saja.[1] Dengan kata lain Teologi Pembebasan adalah suatu usaha kontekstualisasiajaran-ajaran dan nilai keagamaan pada masalah konkret disekitarnya. Teologi Pembebasan adalah upaya berteologi secara kontekstual.[2]Pelaku teologi pembebasan adalah rakyat yang tertindas itu sendiri.Secara sederhana dapat dikatakan bahwa metode teologi pembebasan, sebagai teologi rakyat atau “teologi dari bawah”.[3]


2.1.2.      Latar Belakang Teologi Pembebasan
Sebagai sebuah gerakan teologi pembebasan di Amerika Latin sudah muncul pada awal abad ke 16, pada saat munculnya “ Teologi Kenabian”. Metodologi teologi pembebasan bertolak dari reaksi terhadap sistem masyarakat yang tidak adil.Teologi Pembebasan menangani orang yang dianggap bukan orang lagi.Pelaku teologi pembebasan ialah rakyat yang tertindas itu sendiri.Secara sederhana dapat dikatakan bahwa metode teologi pembebasan, sebagai teologi rakyat atau “teologi dari bawah”.Adalah dari bawah ke atas dari praksis ke refleksi teologis.Istilah ini diberikan untuk “teologi yang berdimensi kemasyarakatan”, yang berpangkal pada pengalaman dan masalah manusia ditengah konteks kemasyarakatan yang nyata dengan segala segi kehidupannya.[4]
2.2.Sekilas mengenai Kitab Ayub
2.2.1.      Pengertian Kitab Ayub
Nama Ayub (Ibr. iyyov), yang di tafsirkan oleh Albright sebagai “Di manakah Bapa(ku)?” terdapat dalam surat-surat Amarna (kira-kira 1350 sM)[5] Dari makna nama Ayub sudah jelas bahwa kitab ini menceritakan mengenai penderitaan seorang tokoh yaitu, Ayub, yang mana ia adalah seorang yang kaya raya, yang tulus hati dan saleh namun secara tiba-tiba ia kehilangan harta bendanya keluarganya, dan sahabatnya serta ia  menderita sakit parah yaitu penyakit kusta disekujur tubuhnya[6]
2.2.2.      Latar Belakang kitab Ayub
Pada masa Ayub, kekayaan diukur berdasarkan jumlah ternak dan pelayan yang dimiliki seseorang, bukan uang, karena uang memang tidak digunakan secara umum pada waktu itu. Ayub hidup pada masa orang Israel di Mesir, sebab mungkin sahabat Ayub, yaitu Bildad orang Suah, adalah keturunan Suah, putra Abraham dan Ketura (Kej 25:2), dan mungkin juga leluhur Elifas yaitu Esau (Kej36:10).[7] Kitab Ayub tergolong sebagai salah satu Kitab Sastra, termasuk dialog (4:27), percakapan seorang diri (3), wacana (29-41), narasi (1-2)m an nyanyian pujian (28). Bentuk-bentuk ini adalah umum bagi sastra hikmat.[8]Kitab Ayub disebut sastra hikmat karena membahas secara mendalam soal-soal universal yang penting dari umat manusia.Kitab ini mempermasalahkan penderitaan pribadi yang dialami oleh Ayub bukan penderitaan suatu bangsa.[9]

2.2.3.      Tujuan Penulis
Tujuan Kitab Ayub adalah menyelidiki perlakuan Allah terhadap orang benar.Penyelidikan ini mengusut dua pokok utama. Pertama, iblis secara tak langsung menyatakan dalam Ayub 1:9-11 bahwa kebijakan Allah dalam memberkati orang benar justru menghalangi perkembangan kebenaran yang sejati . Berkat menyebabkan orang-orang mau hidup benar karena keuntungan yang akan mereka peroleh. Iblis mengatakan bahwa pernyataannya dapat dibuktikan dengan cara menghentikan berkat-berkat Ayub. Iblis beranggapan bahwa tidak ada orang yang mau hidup benar tanpa pamrih, dan hal itu tak mungkin ada dalam sistem yang dijalankan Allah.dalam kasus ini, kebijaksanaan Allah di uji, bukan Ayub. Kedua, Ayub bertanya-tanya bagaimana mungkin Allah membiarkan orang benar menderita.Sekali lagi, kebijakan Allah diuji.
Pesan yang disampaikan Kitab ini sehubungan dengan masalah setan ialah bahwa kebiasaan Allah untuk memberkati orang benar tidaklah menghalangi pengembangan kebenaran yang sejati.Berkenaan dengan situasi Ayub, pesannya adalah bahwa Allah tidak berkewajiban untuk memastikan bahwa orang benar menerima berkat dan hanya berkat.Dunia ini lebih kompleks dari itu.[10]

2.2.4.      Penulis, Waktu dan Tempat Penulisan Kitab Ayub
Kitab ini tidak menyebutkan nama penulis, tetapi dalam Talmud dan diikuti oleh banyak penulis Kristen zaman dulu, berkata bahwa Kitab ini ditulis oleh Musa, dengans alah satu bukti disebutnya orang Kasdim sebagi penyamun yang menggembara (1:17) dan qesita (mata uang) yang bersifat kuno (42:11), menunjuk kepada kekunoan cerita Kitab ini dan bukan kekunoan kepada Kitab sastranya.[11]Dan dari berbagai buku yang membahas tentang Kitab Ayub, tidak ada informasi yang sangat jelas mengenai siapa penulis Kitab ini yang sebenarnya.Kesulitan menentukan tanggal untuk Kitab Ayub disebabkan karena banyaknya tanggal yang terkait dengannya, mulai dari zaman para leluhur sampai pada zaman pasca pembuangan.[12]Tetapi ada juga yang berpendapat bahwa penulis Kitab ini bisa saja Ayub sendiri, Elihui, Musa, Salomo, Yesaya, atau bahkan Hizkia tetapi tidak yang konkret mengenai hal tersebut karena penulis bersembunyi dibelakang seorang tokoh Ayub. Walaupun pengarang dengan sengaja menyembunyikan diri, namun ada beberapa hal yang dapat dikatakan:[13]
·         Penulis tentunya mengalami penderitaan yang sama seperti Ayub karena pengenalannya terhadap keadaan Ayub begitu jelas;
·         Ia menemukan kelegaan dari kepedihannya dalam pertemuannya dengan Allah yang sama seperti gambar yang begitu mengesankan tentang jawaban Allah dari dalam badai (Ayub 38-42 dan Mzm 37:17);
·         Penulis betul-betul memahami teknik-teknik hikmat dan tradisi, sebagaimana dikatakan dalam tema dan cara-cara penulisannya;
·         Penderitaannya membuat dia berselisih dengan pendapat hikmat tradisional yang mengajarkan pola-pola mutlak mengenai umat ilahi dalam alam semesta-berkat selalu merupakan buah kebenaran dan upah dosa selalu berupa penderitaan;
·         Ia seorang Israel, sebagaiman ditunjukkan dalam pandangannya tentang kuasa Allah, seruannya akan keadilan Allah dan etikanya yang tidak dapat disalahkan (31:1-40);
·         Ia memilih tempat kejadian cerita itu di Tanah Us diluar Israel atau bagian selatan edom atau sebelah timur Gilead, karena tempat itu adalah sumber kisah kuno dan juga karena penderitaan seperti itu menggambarkan pengalaman manusia secara universal; dan
·         Dia menceritakan pengalamannya untuk menguatkan temannya atau muridnya menghadapi penderitaan yang mungkin akan menimpa mereka, bahkan dengan lebih mahir daripada sahabat-sahabatnya orang bijak yang menulis Mzm 37:39 dan 73.
Namun tidak seorangpun yang dapat dikatakan dengan pasti sebagai penulis Kitab Ayub, hanya satu hal yang pasti, yakni penulis Kitab tersebut adalah seorang yang setia, yang mengetahui kebenaran dari kisah Ayub atau dengan kata lain adalah bahwa penulisnya salah satu dari kerabat terdekat Ayub yang mengetahui keseluruhannya tentang Ayub.[14]


2.2.5.      Struktur Kitab Ayub
Struktur Kitab Menurut Stanley M. Horton Dkk.[15]
1.      Prolog prosa: Krisisnya (1:1-2:13)
A.    Ayub, orang benar yang takut akan Tuhan (1:1-5)
B.     Percakapan antara Tuhan dengan iblis, dan berbagai musibah yang kemudian menimpa Ayub (1:6-2:10)
C.     Kunjungan ketiga sahabat Ayub (2:11-13)
2.      Dialog antara Ayub dan teman-temannya: Usaha mencari jawaban yang masuk akal (3:1-31:40)
A.    Rangkaian dialog pertama: kebenaran Allah (3:1-14:22)
·         Ayub meratapi hari kelahirannya (3:1-26)
·         Tanggapan Elifas (4:1-5:27)
·         Tanggapan balik Ayub (6:1-7:21)
·         Tanggapan Bildad (8:1-22)
·         Tanggapan balik Ayub (9:1-10:22)
·         Tanggapan Zofar (11:1-20)
·         Tanggapan balik Ayub (12:1-14:22)
B.     Rangkaian dialog kedua: nasib orang Fasik (15:1-21:34)
·         Tanggapan Elifas (15:1-35)
·         Tanggapan balik Ayub (16:1-17:16)
·         Tanggapan Bildad (18:1-21)
·         Tanggapan balik Ayub (19:1-29)
·         Tanggapan Zofar (20:1-29)
·         Tanggapan balik Ayub (21:1-34)
C.     Rangkaian dialog ketiga: sifat berdosa Ayub (22:1-31:40)
·         Tanggapan Elifas (22:1-30)
·         Tanggapan balik Ayub (23:1-24:25)
·         Tanggapan Bildad (25:1-6)
·         Tanggapan balik Ayub (26:1-14)
·         Rangkuman terakhir Ayub mengenai pendapat dasarnya (27:1-31:40)
3.      Berbagai wejangan Elihu: awal pengertian (32:1-37:24)
A.    Elihu diperkenalkan (32:1-6a)
B.     Wejangan pertama: ajaran Allah kepada manusia melalui penderitaan (32:6b-33:33)
C.     Wejangan kedua: keadilan Allah dan kepongahan Ayub (34:1-37)
D.    Wejangan ketiga: kejujuran tidaklah tanpa keuntungan (35:1-16)
E.     Wejangan keempat: kesemarakan Allah dan ketidaktahuan Ayub (36:1-37:24)
4.      Tuhan menjawab Ayub: pernyataan langsung (38:1-42:6)
A.    Allah menegur ketidaktahuan Ayub (38:1-39:35)
B.     Kerendahan hati Ayub (39:36-38)
C.     Allah menentang kecaman Ayub terhadap keadilan-Nya dalam memerintah dunia (40:1-41:25)
D.    Ayub mengakui keterbatasan pengetahuannya tentang jalan-jalan Allah (12:1-6)
5.      Epilog prosa: krisis berakhir (42:7-17)
A.    Ayub berdoa untuk ketiga temannya (42:7-9)
B.     Berkat dua kali lipat bagi Ayub (42:10-17)

Struktur Kitab menurut J Blomendaal[16]
Fasal 1-2 : Sidang Ilahi
Fasal 3-27 : Perdebatan antara Ayub dengan sahabat sahabat nya
Fasal 28-31 : hikmat dipuji
Fasal 32-37 : Elihu kawan yang keempat
Fasal 38-42:6 : Allah sendiri datang dan menjawab
            Fasal 42:7-14: Allah mengatakan bahwa kawan-kawannya itu tidak benar
Struktur Kitab menurut Andrew. E. H & John. H. W.[17]
Percakapan
·         Percakapan 1: Ayub
A.    Kenangan (29)
B.     Kesengsaraan (30)
C.     Sumpah (31)
·         Percakapan 2: Elihu
A.    Pendahuluan dan teori (32-33)
B.     Keputusan terhadap Ayub (34)
C.     Ayub (35)
D.    Pernyataan penutup berupa rangkuman (36-37)
·         Percakapan 3: Allah
A.    Ucapan 1 (38-39)
B.     Ucapan 2 (40-41)
·         Pernyataan-pernyataan penutup Ayub (40: 3-5; 42:1-6)

2.3.Analisa Teks
2.3.1.      Perbandingan Bahasa
Ayat 1 Tidak ada perbedaan yang signifikan
Ayat 2 Tidak ada perbedaan yang signifikan
Ayat 3 Tidak ada perbedaan yang signifikan
Ayat 4
                        LAI     : Gelisah
                        NIV     : till dawn
                        BPH    : Marguling-guling(Resah)
                        TM      : יךא  (Takut)
Keputusan yang Mendekati TM tidak ada
                                    Ayat 5 Tidak ada perbedaan yang signifikan
                                    Ayat 6 Tidak ada perbedaan yang signifikan
2.3.1.Kritik Aparatus
Tidak di temukan kritik pada teks masora

2.3.2.      Skopus
Skopus dari Ayub 7:1-6 adalah bagaimana pengharapan manusia akan karya penyelamatan dari  Allah di dalam kehidupan nya sehari hari
2.3.3.      Terjemahan Akhir
Ayub 7:1-6
Bukan kah manusia harus bergumul di bumi, dan hari-harinya seperti hari-hari orang upahan?
Seperti kepada seorang budak yang merindukan naungan, seperti kepada orang upahan yang menanti-nantikan upahnya,
demikianlah dibagikan kepadaku bulan-bulan yang sia-sia, dan ditentukan kepadaku malam-malam penuh kesusahan.
Bila aku pergi tidur, maka pikirku bilakah aku akan bangun? Tetapi malam merentang panjang, dan aku dicekam oleh gelisah sampai dinihari.
Berenga dan abu menutupi tubuhku, kulitku menjadi keras, lalu pecah.
Hari-hariku berlalu lebih cepat dari pada torak, dan berakhir tanpa harapan.
2.3.4.      Tafsiran
Penindas   : Sahabat Ayub
Tertindas  : Ayub
Pembebas : Allah
Pada ayat 1 adalah sambungan dari jawaban Ayub terhadap pandangan dari sahabat sahabat Ayub tentang Allah dan jawaban Ayub menjadi cambuk bagi sahabat sahabat nya bahwa manusia harus bergumul akan apapun itu karena Ayub yang notaben nya sudah sempurna dalam pandangan manusia di sekitar nya juga bergumul akan kehidupan nya jadi ketika cobaan datang manusia tidak perlu merasa terkejut dan merasa bergumul hal yang sangat merugikan karena manusia harus bergumul di bumi hari hari seperti orang upahan yang di maksud adalah bagaimana orang upahan itu berusaha agar mendapatkan upahan hanya dengan cara bekerja sekuat tenaga dan tidak memikirkan bagaimana kondisi kesehatan atau cuaca dia hanya memikirkan bagaimana caranya mendapatkan upah ya dia harus bekerja kerasuntuk mendapatkan upahan karena kalau orang upahan tidak bekerja maka orang upahan tidak akan makan
Pada ayat 2 adalah pengharapan dimana kita yang telah bergumul yang telah bekerja keras harus berharap seperti seorang budak yang merindukan naungan di mana budak yang terlantar tidak memiliki tempat untuk merebahkan badan atau tempat untuk nya mendapatkan makanan dan terhindar dari panas terik nya matahari atau dingin nya angin malam penghaapan kita juga harus seperti orang upahan yang telah lelah bekerja selama 1 harian penuh dan akan mendapatkan hasil dari kerja keras yang di harapkan tidak sia sia
Pada ayat 3-6adalah permasalahan yang di hadapi di mana kita akan menghadapi dan melakukan hal yang sia sia selama berbulan bulan dan setiap malam kita akan penuh dengan kesusahan yang diberikan sehingga kita akan berfikir bagaimana kah kita dapat bangun dari tidur kita dan dikarenakan kegelisahan kita yang begitu mengerikan kita merasa malam yang kita lalui amat teramat panjang menyebabkan kita lelah dalam menanti kesulitan apa yang akan terjadi pada kita selanjutnya? Hari esok tidak lagi menjadi pengharapan bagi kita akan tetapi menjadi hal yang membuat gelisah hingga hari berlalu begitu saja(4) berenga yang di maksud pada ayat 5 ini adalah ulat ulat yang mendiami tubuh yang sudah membusuk atau yang biasa di sebut belatung dan abu dapat diartikan bahwa tubuh nya sudah membusuk dan ulat serta abu yang dapat diartikan sebagai kotoran sudah memenui mengkibatkan kulit yang mengeras tersebut menjadi pecah dan ayat 6 penulis kitab Ayub melihat bagaimana hari hari yag terlewati dengan sia sia seperti mesin torak yaitu mesin penggerak daya yang berputar sangat cepat dan berakhir tanpa ada nya harapan akan ada nya

 III.            Refleksi Teologis
Yang menjadi refleksi teologis adalah Ayub 7 :1-2 mengenai pengharapan kita akan adanya penyelamatan dari Allah pada kita kalau kita mau merendahkan diri di hadapan nya

 IV.            Kesimpulan
Dari tulisan ini dapat saya ambil kesimpulan mengenai Allah akan selalu menolong orang orang yang tertindas dan Allah akan selalu menyertai orang orang yang mau berpengharapan seperti orang upahan maka kita akan mendapatkan upah kita



\

    V.            Daftar Pustaka
...., Alkitab Edisi Studi, Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2011
…. Kepausan, Komisi Suci Penafsiran Alkitab dalam Gereja, Yogyakarta:Kanisius, 2003
Blomendaal,J. Pengantar kepada Perjanjian Lama,Jakarta:BPK-GM,2011
Bullock,C. Hassell Kitab-Kitab Puisi Dalam Perjanjian Lama, Malang: Gandum Mas, 2003
E. H, Andrew. & John. H. W, Survei Perjanjian Lama, Jawa Timur: Gandum Mas, 2008
Ellison,H. L. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2008
Heavenor ,C. S. P. & W. B. Sijabat, Tafsiran Alkitab Masa Kini II, Mengenal Kitab Ayub, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/ OMF, 1994
Horton, Stanley. M. Dkk, Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, Malang: Gandum Mas, 2008
Kusnabiningrat, F. Teologi dari Pembebasan, Jakarta:Logos, 2000
Lasor, W. Sdkk, Pengantar Perjanjian Lama II, Jakarta: BPK-GM, 2012

Sumber Internet
….www.Wikipedia_Teologi Pembebasan. Com, diakses pada 23Agustus 2015 Pukul 21.00




[1] ….Komisi Suci Kepausan, Penafsiran Alkitab dalam Gereja, (Yogyakarta:Kanisius, 2003), 83
[2]….www.Wikipedia_Teologi Pembebasan. Com, diakses pada 23 Agustus 2015 Pukul 21.00
[3] F. Kusnabiningrat, Teologi dari Pembebasan, (Jakarta:Logos, 2000), 45
[4] F. Kusnabiningrat, Teologi  Pembebasan, (Jakarta:Logos, 2000),44-46
[5] W.S.LaSor D.A.Hubbard dan F.W.Bush, Pengantar Perjanjian Lama 2, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012),107
[6]J.Blomendaal, Pengantar kepada Perjanjian Lama,(Jakarta:BPK-GM,2011),125
[7] ...., Alkitab Edisi Studi, (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2011),815-816
[8] Andrew. E. H & John. H. W, Survei Perjanjian Lama, (Jawa Timur: Gandum Mas, 2008),427
[9] W. S. Lasor, dkk, Pengantar Perjanjian Lama II, (Jakarta: BPK-GM, 2012),109
[10] Andrew. E. H & John. H. W, Survei Perjanjian Lama, 433
[11] H. L. Ellison, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2008), 113
[12] C. Hassell Bullock, Kitab-Kitab Puisi Dalam Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 2003),93
[13] W.S. Lasor, dkk, Pengantar Perjanjian Lama II, 111
[14] C. S. P. Heavenor & W. B. Sijabat, Tafsiran Alkitab Masa Kini II, Mengenal Kitab Ayub, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/ OMF, 1994), 67
[15] Stanley. M. Horton Dkk, Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, (Malang: Gandum Mas, 2008), 754
[16]J.Blomendaal, Pengantar kepada Perjanjian Lama,
[17] Andrew. E. H & John. H. W, Survei Perjanjian Lama,429