Senin, 13 Agustus 2018

GEREJA DAN MASYARAKAT Peribadahan dan Hari-hari raya Gerejawi, Katekisasi dan Sidi



I.                   Pendahuluan
Kata Ibadah bukanlah sesuatu yang tidak lazim lagi kita dengar, justru Ibadah itu sendiri sering kita lakukan di dalam kehidupan kita. Namun yang menjadi masalah adalah banyak pemahaman orang-orang tentang hakikat dan makna ibadah itu sendiri. Ada yang memahami ibadah itu adalah urusan pribadi dengan Tuhannya, tidak perlu dilakukan di tempat ibadah, namun berkumpul dengan saudara seimannya. ada juga yang memahami ibadah itu sebagai sebuah persekutuan yang melakukan ritus di tempat-tempat tertentu. Hal ini perlu penjelasan yang tepat mengenai peribadahan itu yang dikaitkan dengan hari raya gerejawi, agar lebih memahami lagi mengenai peribadahan dan hari raya gerejawi. Dan di dalam gereja itu juga perlu mempersiapkan jemaatnya untuk untuk tumbuh berbuah menjadi orang Kristen yang sejati, yang lebih mengenal jauh tentang Kristus dan menjadi murid Kristus yang mempercayai bahwa Tritunggal di dalam dirinya, sehingga gereja perlu melaksanakan Katekisasi dan Sidi. Untuk mendapatkan penjelasan yang lebih dalam lagi, penulis akan memaparkan tentang peribadahan dan hari-hari raya gerejawi, katekisasi dan sidi. Semoga pemaparan yang disampaikan penulis dapat menambah wawasan kita.    
II.                Pembahasan
2.1. Pengertian Peribadahan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Peribadahan merupakan hal atau cara beribadah. Peribadahan kata dasarnya berasal dari kata ibadah yang artinya perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah yang didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.[1] Sama hal dengan apa yang dikatakan Luther bahwa Allah dan ibadah merupakan satu kesatuan. Gambaran seseorang tentang Allah menentukan gagasannya mengenai ibadah, sehingga ibadah sebagai persekutuan dengan Allah. Jadi ibadah didasarkan pada hakekat persekutuan manusia dengan Allah itu sendiri.[2]
2.1.1.      Pengertian Hari Raya Gerejawi
Dalam kehidupan bergereja, umat Kristen pada saat-saat teretentu memperingati dan merayakan hari-hari istimewa yang dalam kegidupan bergereja disebut Hari-hari Raya Gerejawi. Jadi Hari-hari Raya Gerejawi adalah hari-hari khusus yang dirayakan oleh gereja atau umat Kristen di seluruh dunia dalam rangka memelihara iman Kristen dan menyaksikan karya penyelamatan Allah kepada dunia melalui Anak-Nya Yesus Kristus, Juruselamat dunia.[3] Hari-hari Raya Gerejawi dilaksanakan di dalam rangkaian Tahun Gerejawi. Tahun Gerejawi adalah pengaturan waktu secara khusus hari-hari  minggu selama dua belas bulan yang diatur sedemikian rupa, sehingga karya penyelamatan Allah dihayati secara nyata.[4]
2.2. Hari-hari raya Gerejawi
Ada beberapa hari-hari raya gerejawi yakni:
1.      Hari Raya Paskah
Kata Paskah berasal dari bahasa Yunani yaitu “pascha” dan dalam bahasa Ibrani “pesach” yang artinya adalah melewati atau menyeberangi. Perayaan Paskah sudah dikenal sejak zaman PL dan juga zaman PB. Pada zaman PL makna paskah adalah berarti perayaan dan pengenangan akan karya Tuhan dalam penyelamatan bangsa Israel dari tanah Mesir. Sedangkan dalam PB Paskah adalah hari raya kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, dimana Yesus telah mengorbankan diri-Nya sebagai Anak Domba Paskah yang sempurna yang membebaskan seluruh umat manusia dari dosa dan maut melalui sengsara mati dan bangkitnya Yesus Kristus.[5]
Sebelum perayaan Paskah ada tiga hari perayaan Paskah yang harus dirayakan oleh jemaat. Perayaan atas pengorbanan Kristus dimulai dengan Kamis Putih, Jumat Agung, Sabtu Sunyi. Kamis Putih adalah hari raya terakhir sebelum tiga hari menjelang Paskah. Unsur utama dalam Liturgi Kamis Putih adalah Perjamuan malam terakhir (dan perintah untuk mengadakan perjamuan kudus) dan membasuh kaki sebagai simbol hamba yang melayani.[6] Kebaktian ini dilakukan untuk mengenang dan menghayati perjamuan terakhir Yesus Kristus dengan murid-muridNya menjelang kematian-Nya. Oleh karena itu liturgi kematian kamis Putih harus berthemakan keselamatan yang diperoleh dari salib Kristus dan kebaktian ini harus penuh dengan keheningan dan tidak ada bunyi yang riuh dan keramaian. Kebaktian ini umumnya dilakukan pada sore hari maupun malam hari. Jumat Agung adalah penghayatan dan pengenangan akan kematian Tuhan Yesus Kristus di kayu salib. Hari raya ini bukanlah dari dukacita meskipun dalam suasana keheningan namun hari kontemplasi penuh cinta akan Kristus yang mengorbankan diri-Nya untuk menyelamatkan umat manusia. sedangkan sabtu sunyi adalah hari penggenapan pendertiaan Yesus dikayu salib. Segenap umat Tuhan atau gereja mengenangkan kesendirian Yesus dan makam-Nya dan terus dalam suasana keheningan.[7]
2.      Hari Raya Pentakosta
Pentakosta berasal dari bahasa Yunani “Pantekosta” yang artinya hari kelima puluh. Kata ini sering diartikan Quiquagesima (berasal dari bahasa latin) yang memiliki arti yang sama dengan pentakosta. Dan sering disebut juga dengan hari turunnya Roh Kudus (Kis. 2). Pada dasarnya bagi gereja-gereja hari pentakosta adalah hari yang paling berarti dan bermakna, karena pada hari pentakosta itulah awal adanya gereja (persekutuan umat), yang ditandai turunnya Roh Kudus kepada para rasul-rasul.[8]
3.      Hari Raya Natal
Natal berasal dari bahasa latin “Dies Nathalis”  sejajar dengan bahasa perancis, “Noel” yang artinya kelahiran.[9] Ada pandangan yang mengatakan bahwa Yesus lahir pada tahun ke-28 pemerintahan Kaisar Agustinus yakni pada tanggal 24/25 Mei tahun 3 sM. Sedangkan Clemens Tuhan Yesus lahir tanggal 18/19 April atau 29 Mei. Sedangkan menurut pengikut Basiledes, Tuhan Yesus lahir tanggal 10 atau 6 Januari. Namun gereja Roma mencetak bahwa tanggal kelahiran Tuhan Yesus adalah 24/25 Desember. Tanggal kelahiran ini dikaitkan dengan gereja Roma dengan kelahiran dewa matahari yang disembah oleh orang-orang kafir. Pada hari itu orang kafir merayakan “sol Invictus” yang artinya matahari yang tidak terkalahkan. Jadi perayaan Natal tanggal 25  Desember dilakukan untuk memberi penghormatan kepada sang surya. Sol Iustitise yang berarti matahari kebenaran yang dinubuatkan oleh Nabi Maleakhi.[10]
2.3. Implementasinya Dalam Gereja
2.3.1.      Gereja HKI (Huria Kristen Indonesia) [11]
Dalam Bab II Pasal 8, tentang Perayaan Gerejawi, Gereja HKI merayakan Hari-hari Raya besar Gerejawi, yaitu:
a.       Hari Minggu
b.      Tahun Baru I Januari
c.       Hari Kelahiran Tuhan Yesus Kristus (Natal)
d.      Hari Kematian Tuhan Yesus Kristus (Jumat Agung)
e.       Hari Kebangkitan Tuhan Yesus Kristus (Paskah)
f.       Hari Kenaikan Tuhan Yesus Kristus
g.      Hari Turunya Roh kudus (Pentakosta)
h.      Hari Ulang Tahun HKI setiap tanggal 1 Mei
i.        Hari Reformasi 31 Oktober.
Dalam Pasal 8 hari Reformasi dan Hari Ulang Tahun HKI setiap tanggal 1 Mei dirayakan pada Minggu terdekat sesudah hari dan tanggal itu. Tanggal dan hari perayaan untuk nomor a sampai dengan i, tidak dapat diubah-ubah dari hari dan tanggal yang sudah ditetapkan seluruh umat Kristen, seluruh dunia untuk setiap tahunnya.[12]
2.3.2.      Gereja GKPI (Gereja Kristen Protestan Indonesia)[13]
Dalam Pokok-Pokok Pemahaman Iman GKPI, Ibadah pada hakikatnya adalah penyembahan,pemujaan dan pengabdian kepada Tuhan. Manusia beribadah kepada Tuhan di dalam dan melalui seluruh keberadaan, gerakhidup dan kegiatan-nya (bnd. Yos 24:15) dan itu harus terus menerus dilatih dan dibiasakan (1 Tim 4:7b). Secara khusus manusia menetapkan waktu, tempat dan cara beribadah, agar dapat lebih memusatkan perhatian dalam berjumpa dengan Allah.[14] Hari Minggu adalah hari perayaan kemenangan Tuhan Yesus Kristus atas kuasa Iblis, dosa dan maut. Pengorbanan-Nya di kayu salib serta kebangkitan-Nya dari kematian telah melahirkan persekutuan umat-Nya (band. Kis 2: 41-47). Jadi hari minggu tidak sama dengan hari sabat. Bagi gereja/orang Kristen tidak ada hari sabat. Hari sabat diberikan Tuhan Allah kepada bangsa Israel sebagai suatu tanda perjanjian antara bangsa itu dengan Tuhan Allah (Kel. 31: 13). Dengan kedatangan Yesus kristus ke dalam dunia, dengan telah ditiadakan dan dibatalkan (Gal 2:16-17; Ibr 9: 11-12).[15]
Pemahaman GKPI tentang pengudusan hari minggu, peribadahan/penyembahan yaitu:
1.      Pengudusan Hari minggu.
Hari minggu adalah hari perayaan kemenangan Tuhan Yesus Kristus atas kuasa Iblis, dosa dan maut. Bagi orang Kristen semua hari adalah baik, namun ada suatu hari yang dikhususkan dan dikuduskan untuk beribadah untuk memuji Tuhan, yaitu hari minggu.
2.      Ibadah pada hakikatnya adalah penyembahan,pemujaan,dan pengabdian kepada Tuhan.
Contoh-contoh pelanggaran atas pengudusan hari minggu yakni:
1.      Malas dan menolak mengikuti kebaktian minggu
2.      Menghasut orang lain supaya tidak beribadah pada hari minggu
3.      Menganut ajaran yang mengatakan tidak perlu menguduskan hari minggu
4.      Tidak membawa anaknya ke sekolah minggu
5.      Melaksanakan hobinya pada hari minggu sehingga tidak ke Gereja.
Contoh-contoh pengabaian atas Peribadahan/ Penyembahan:
1.      Tidak melakukan ibadah di rumh masing-masing
2.      Tidak mengikuti ibadah di sektor/lingkungan yang bersangkutan
3.      Tidak mengikuti persekutuan kategorial
4.      Tindakan mengganggu Peribadahan.
Tata cara Penggembalaan:
1.      Setelah terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal tersebut diatas, maka kepada yang bersangkutan dilakukan tata penggembalaan dalam bentuk bimbingan dan pengajaran tentang  pengudusan hari minggu, ibadah/penyembahan. Setelah yang bersangkutan menyatakan pengakuan dan pertobatan, maka yang bersangkutan diterima kembali sebagai anggota penuh.
2.      Jika yang bersangkutan tidak mau memperbaiki dirinya atau mau mengikuti bimbingan,atau masih melakukan tindakan itu secara berulang-ulang maka keanggotaannya di GKPI diakhiri.
2.3.3.      Gereja GKPS (Gereja Kristen Protestan Simalungun)[16]
Dalam Tata Gereja dan Peraturan-Peraturan GKPS, BAB X, Pasal 27 yaitu:
1.      GKPS mengadakan Ibadah pada setiap hari Minggu.
2.      GKPS mengadakan ibadah pada hari-hari besar gerejawi yakni:
a.       Natal (hari peringatan kelahiran Yesus Kristus), hari pertama dan kedua.
b.      Jumat Agung (hari peringatan kematian Yesus Kristus).
c.       Paskah (hari peringatan kebangkitan Yesus Kristus), hari pertama dan kedua.
d.      Peringatan Kenaikan Yesus kristus.
e.       Pentakosta (hari peringatan turunya Roh Kudus), hari pertama dan kedua
f.       Tahun Baru 1 Januari.
2.3.4.      Gereja GKPA (Gereja Kristen Protestan Angkola)[17]
Dalam Bab VII Pasal 11 Tata Gereja dan Tata Laksana GKPA yang ditetapkan pada Sinode AM XIV tentang kebaktian dan perayaan-perayaan dalam gereja GKPA dalam mewujudkan pengakuannya:
a.       Melaksanakan kebaktian Minggu dengan mempergunakan teks bacaan dan khotbah dari Alkitab yang ditentukan oleh gereja menurut Tahun Gerejawi (Almanak GKPA), dan Tata Ibadah (Agenda) GKPA.
b.      Memperingati perayaan-perayaan gerejawi dengan melaksanakan kebaktian pada:
1.      Perayaan hari Pertama dan Kedua Peringatan Kelahiran Tuhan Yesus (Natal).
2.      Perayaan Peringatan Hari Kematian Tuhan Yesus.
3.      Perayaan Hari Pertama dan Kedua Peringatan Hari Kebangkitan Tuhan Yesus (Paskah).
4.      Perayaan Hari Kenaikan Tuhan Yesus.
5.      Perayaan Hari Pertama dna Kedua Peringatan Turunnya Roh Kudus.
c.       Melaksanakan Kebaktian pada Permulaan dan Akhir Tahun.
d.      Melaksanakan Kebaktian Khusus lainnya dengan mempergunakan teks bacaan dan khotbah dari Alkitab.
2.4. Pengertian Katekisasi dan Sidi
Kata katekisasi berasal dari bahasa Yunani, yakni: ‘katekhein’ yang berarti ‘mengajar, memberi instruksi dan memberikan pelayanan ajaran agama Kristen’. Istilah katekisasi juga berasal dari bahasa Latin, yakni: ‘catechesis’ yang berarti ‘pengajaran agama’.[18] Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, katekisasi adalah pelajaran dalam ilmu agama Kristen dan sidi adalah anggota yang sah dari gereja.[19] Dalam pemakaiannya, kata katekisasi berarti pelajaran atau pengajaran, dan Katekisasi dianggap gereja sebagai salah satu tugas yang terpenting dan berdasarkan penugasan Kristus kepada Para Rasul dan pengganti-pengganti mereka yaitu untuk mengajar segala bangsa melakukan segala sesuatu yang telah diperintahkan-Nya (Mat. 28: 20).[20] Katekisasi adalah jalan yang mengantar kita kepada pintu gereja. Gembala-gembala jemaatlah yang menjadi penunggu pintu itu.[21] Dimana tugas itu merupakan tanggung jawab yang berat, kerena merekalah yang bertanggungjawab dalam menumbuhkan iman dan juga meneguhkan iman percaya domba-dombanya (jemaat-jemaatnya terkhusus kaum pemuda).
Secara historis kata sidi sulit ditelusuri asal-usulnya. Dalam bahasa Sansekerta, kata sidi berarti “penuh, purnama, sempurna, atau dewasa”. Pemakaian istilah peneguhan sidi atau naik sidi berawal pada gereja-gereja di Indonesia yang berlatarbelakang Belanda. Awalnya gereja-gereja berlatarbelakang Jerman menggunakan istilah “konfirmasi”, yang berasal dari kata Latin yakni confirmatio (bahasa Inggris: confirmation), yang artinya peneguhan atau penguatan.[22] Dengan demikian, Katekisasi Sidi adalah pengajaran peneguhan atau pengajaran penguatan. Dalam mengikuti Katekisasi Sidi, murid akan menerima peneguhan atau penguatan sehingga penuh, purnama, sempurna, atau dewasa. Adapun pengajar Katekisasi Sidi disebut “Katekis” atau “Katekhet”. Murid Katekisasi Sidi disebut “Katekisan” atau “Katekumen”. Sementara proses belajar mengajar disebut proses “Kateketis”.[23]
2.4.1.      Katekisasi Dalam Alkitab
2.4.1.1. Katekisasi Dalam Perjanjian Lama
Katekese gerejawi berasal dari Israel. Dalam Ulangan 6:20-25 dan Mazmur 78:1-7 kita membaca, bahwa kepada orangtua ditugaskan untuk memberikan pengajaran tentang “perbuatan-perbuatan Allah yang besar”. Mereka harus mewariskan kepada anak-anak mereka apa yang telah diajarkan oleh orangtua mereka sebelumnya. Maksudnya adalah dengan jalan memberikan pengajaran secara lisan, tradisi tentang perbuatan-perbuatan Allah yang besar diteruskan dari generasi ke generasi.[24] Dalam agama Yahudi tiap-tiap anak yang usianya genap dua belas tahun menjadi “anak taurat (bar-mitswa)”, yakni ia mulai dianggap sebagai anggota yang bertanggungjawab dari umat Israel. Anak-anak itu sudah dididik cukup lama dan sungguh; sekarang mereka sendiri harus melakukan hukum-hukum Taurat dengan penuh tanggung jawab terhadap Tuhan dan masyarakat Yahudi.[25]
2.4.1.2. Katekisasi Dalam Perjanjian Baru
Pada permulaan periode ini katekese gerejawi masih sangat sederhana. Ia belum mengandung semua unsur tradisional dengan lengkap. Unsur pengakuan iman (credo) misalnya tidak lebih panjang daripada pengakuan bahwa “Yesus adalah Tuhan” (bnd. 1 Kor. 12:3 dan Flp. 2:11). Dalam perkembangan selanjutnya, timbul unsur-unsur rumusan pengakuan yang agak panjang dan lengkap diantaranya ialah 1 Tim. 3:16. Disamping credo, bimbingan atau pengajaran etis mengambil tempat yang penting dalam katekese Jemaat-jemaat Purba. Sebagai buktinya adalah paranese dalam PB (salah satunya, Ibr. 6:1-2). Selain hal itu, doa merupakan salah satu unsur penting dari katekese Jemaat Purba. Hal itu nyata dari bentuk yang tetap dari doa Bapa Kami (Mat. 6:9-15 dan Luk. 11:2-4).[26]
2.4.2.      Sejarah dan Perkembangan Katekisasi
Pada abad-abad pertama Masehi, telah ada pelayanan Katekisasi (untuk baptisan dan perjamuan suci).[27] Hal ini nyata dari adanya satu Katekismus yang dipakai oleh jemaat-jemaat purba (pada akhir abad pertama), yakni “Didache” (ajaran kedua belas Rasul), isinya terdiri dari hukum-hukum untuk hidup orang Kristen, petunjuk-petunjuk liturgis untuk pelayanan baptisan dan perjamuan malam, peraturan-peraturan untuk hidup jemaat dan pejabat-pejabat, dan nasihat yang bersifat eskatologis. Dan pada abad kedua, pendidikan Gereja terhadap calon-calon baptisan orang dewasa telah diatur dengan seksama. Gereja menuntut supaya calon-calon baptisan belajar selama tiga tahun, barulah mereka diterima pada baptisan dan perjamuan suci. Sebelum hari penerimaan dan peneguhan hati, mereka belum diperbolehkan mendengarkan Doa Bapa Kami bersama dengan anggota jemaat untuk hadir pada Perjamuan Kudus, karena hal tersebut hanya dapat dihadiri oleh yang telah menjadi anggota penuh dari jemaat Kristen.[28] Pada akhir abad keenam dan permulaan abad ketujuh, sejak agama Kristen dijadikan sebagai agama negara dalam kekaisaran Romawi Barat (oleh Konstantinus Agung), maka Gereja melupakan tugasnya yang penting yaitu Katekisasi. Katekisasi tidak lebih dari pengajaran yang menenangkan agar setiap orang harus berproporsi dalam rituisme keKristenan.[29]
2.4.3.      Tujuan dan Makna Katekisasi
Tujuan Katekisasi secara umum adalah Katekisasi dapat digambarkan sebagai kegiatan membuat orang memahami sabda Allah, yaitu Kitab Suci dan mengikut Yesus Kristus yang adalah Sabda Allah yang hidup dan membantu orang mengamalkan iman di dalam kehidupan pribadi dan bermasyarakat sebagaimana tanggungjawab penuh anggota gereja biasanya.[30] Dalam buku pedoman Katekese[31] menjelaskan bahwa tujuan Katekisasi Sidi adalah Katekisasi Sidi sebagai alat Roh Kudus untuk mengajarkan ajaran Kristus, terutama kepada orang dewasa di ambang pintu Gereja dan kemudian di dalam Gereja kepada anak-anak Perjanjian Allah, sehingga mereka mengenal Allah Bapa dan mengaku Yesus Kristus sebagai Juruselamat sejati yang satu-satunya untuk seluruh wilayah kehidupan mereka: “mengasihi dan memuji Allah, dan mengasihi sesama manusia”. Selanjutnya, Abineno juga mengatakan bahwa salah satu tujuan katekisasi Sidi adalah pendidikan atau pembinaan anggota-anggotanya termasuk pemuda untuk menyadari tugas mereka di dalam gereja. Pengikut Katekisasi Sidi harus mengakui bahwa gereja adalah suatu persekutuan orang-orang kudus yang tersebar di seluruh dunia.[32]
Dalam abad kedua ini juga Katekese Gereja terdiri dari dua tingkat, yaitu tingkat Katekumin-katekumin (Pengikut-pengukit Katekisasi) dan tingkat calon-calon baptisan. Bila ada orang yang mau menjadi anggota Gereja, ia tidak begitu saja diterima untuk dibaptis. Ia mula-mula harus menjadi katekumin, lalu menjalani dahulu “waktu percobaan”, dan bila mereka berhasil mengakhiri “waktu percobaan” ini dengan baik, barulah mereka dipersiapkan untuk dibaptis (waktu persiapan berlangsung 40 hari) dan diakhiri dengan baptisan pada malam Paskah.[33] Namun lama-kelamaan peraturan yang keras dan baik itu sudah mulai kendor, ini diakibatkan karena agama Kristen telah diizinkan bahkan dianak-emaskan oleh Kaisar Konstantinus Agung (313),[34] dimana beribu-ribu orang ingin menjadi anggota. Dan pada tahun 380, Kaisar Theodosius mengeluarkan peraturan bahwa segenap rakyat harus menganut agama resmi negara, yaitu agama Kristen, maka berbondong-bondonglah orang datang untuk dibaptis.
2.4.4.       Implementasinya Terhadap Gereja
2.4.4.1.  Gereja HKI (Huria Kristen Indonesia)
Katekisasi Sidi adalah pengajaran peneguhan atau pengajaran penguatan. Dalam mengikuti Katekisasi Sidi, murid akan menerima peneguhan atau penguatan sehingga penuh, purnama, sempurna, atau dewasa, dan setelah selesai proses Katekisasi Sidi tersebut, maka diadakan upacara ibadah lepas sidi atau naik sidi. Warga yang sudah naik sidi inilah disebut sebagai anggota sidi. Sesungguhnya orang yang telah naik sidi sudah menjadi anggota penuh atau anggota dewasa dalam jemaat. Disebut penuh atau dewasa karena pengetahuan, pemahamannya dan pengakuannya akan iman Kristen sudah penuh atau sudah dewasa. Dengan kata lain, sudah dewasa dalam pengetahuan dan pengakuan Iman Kristen. Jadi ibadah naik sidi itu adalah ibadah peresmian dan pernyataan kedewasaan pengetahuan dan pengakuan Iman Kristen. Ada dua momen utama yang menandainya, yaitu upacara pemberian firman Tuhan dari ayat Alkitab sebagai dasar dan pelita hidup, dan upacara menyaksikan iman dengan mengucapkan “Pengakuan Iman Rasuli” di depan jemaat pada saat kebaktian (bahasa batak: Manghatindanghon Haporseaon).[35]
Orang yang sudah naik sidi sering disebut dengan “malua sian panghangkungion” yang artinya jaminan, penjaminan. Anak yang masih dalam panghangkungion ni natoras adalah anak yang masih tergantung pada orangtuanya dalam hal pengetahuan dan pengakuan akan iman Kristen. Anak tersebut belum dewasa dalam pengetahuan dan pengakuan iman Kristen. Pengetahuan dan pengakuan imannya masih dalam jaminan atau penjaminan orangtuanya. Dengan kata lain, pengetahuan dan pengakuan iman Kristen anak tersebut masih belum terjamin. Jadi anak tersebut belum lepas dari jaminan orangtunya menyangkut pengetahuan dan pengakuan akan iman Kristen itu. Tetapi setelah lepas sidi, ia sudah dewasa dan terjamin akan pengetahuan dan pengakuan iman Kristen. Ia sudah memiliki inti pengetahuan dan pengakuan iman Kristen yang penuh, purnama, sempurna dan sudah menganut pengakuan akan iman Kristen itu secara pribadi. Katekisasi Sidi tidak terkait sebagai suatu syarat untuk dapat menikah secara Kristen. Dengan kata lain, Katekisasi Sidi bukan merupakan sebuah tiket atau surat ijin menikah. Katekisasi Sidi adalah dalam rangka mengajar, mendidik seseorang untuk memahami iman Kristen berdasarkan Alkitab dan dapat menghayati, mentaati serta melaksanakan imannya dalam kehidupan sehari-hari di tengah keluarga, gereja dan masyarakat (bnd. Ef. 4: 12-13). Tetapi sepatutnyalah remaja dan pemuda Kristen dewasa dalam pengetahuan dan pengakuan akan iman Kristen untuk memasuki kehidupan dewasa dalam perkawinan. Itulah sebabnya sebelum melaksanakan perkawinan, selalu diadakan Katekisasi Sidi dan ibadah menyaksikan iman.[36]
Terkait dengan implementasinya terhadap gereja HKI, jelas dituangkan dalam Tata Gereja HKI dan membuat peraturannya, yakni:[37]
1)      Setiap orangtua wajib membimbing dan menyuruh anaknya yang telah berumur 13 tahun ke atas untuk belajar Katekisasi Sidi
2)      Gereja HKI mengakui Katekisasi Sidi yang diberikan oleh gereja yang sedogma dengan HKI
3)      Setiap anak  gereja Katholik yang sudah dikonfirmasi pun masih perlu disidikan di  HKI
4)      Setiap anak yang akan naik Sidi wajib mengikuti masa Katekisasi setidak-tidaknya 6 bulan, kecuali ada dispensasi dari pendeta resort.
2.4.4.2. Gereja GKPI (Gereja Kristen Protestan Indonesia)
Bagi gereja GKPI, katekisasi adalah kegiatan pendidikan dan pengajaran tentang iman Kristen yang diselenggarakan gereja bagi seluruh warganya, dari anak-anak hingga dewasa, bertolak dari keyakinan bahwa pendidikan dan pengajaran Kristen berlangsung seumur hidup. Pendidikan dan pengajaran ini bersumber dari dan didasarkan pada Alkitab (bnd. 1 Tim 4:11; 2 Tim 3: 16). Khusus bagi warga gereja yang sudah dibaptis pada waktu anak-anak ataupun bagi calon warga gereja yang hendak menerima baptisan pada waktu dewasa, diselenggarakan katekisasi agar mereka memahami iman dan ajaran Kristen termasuk Baptisan yang sudah ataupun belum mereka terima, karena baptisan tidak terpisah dari iman (bnd. Mark 16:16). Mereka yang telah selesai mengikuti katekisasi, mengikrarkan pengakuan imanya sebagai tanda bahwa mereka telah memahami imannya dan telah menjadi warga gereja yang dewasa dan penuh (Rom 10: 9-10), perbuatan mereka mengikrarkan pengakuan iman dan pengukuhan mereka sebagai warga gereja yang dewasa dan penuh disebut naik sidi atau peneguhan sidi.[38] Adapun tata pelaksanaan katekisasi dan sidi ialah sebagai berikut:
1.      Setiap jemaat wajib melaksanakan kelas katekisasi sebanyak 100 jam pelajaran , dengan materi pelajaran yang mengaju kepada buku katekisasi yang diterbitkan GKPI.
2.      Setiap warga jemaat wajib menikuti katekisasi sebanyak 100 jam pelajaran. Dispensasi atas hal ini diberikan oleh pendeta resort yang bersangkutan.
3.      Kelas katekisasi direncanakan, diawasi, dibimbing, dan diarahkan oleh pendeta, tetapi dapat dibantu oleh para pelayan yang mempunyai pengetahuan teologi/Alkitab dan pengetahauan umum maupun dedikasi.
4.      Katekisasi (Krisma) dari Gereja Katolik Roma maupun bentuk lain yang sejenis dari gereja-gereja lain dapat diakui di GKPI setelh memperoleh bimbingan seperlunya dari pendeta.
5.      Bagi warga yang berkebutuhan khusus, misalnya tunanetra, tunarunggu, tunagrahita, tunadaksa, autis, dan kurang waras dapat dilakukan katekisasi dan sidi karena pertimbangan moral dan Anugerah Allah.
Pelanggaran disekitar Katekisasi dan Sidi sebagai berikut:
1.      Orang tua yang lalai membawa dan menyuruh serta mengingatkan anaknya untuk mengikuti katekisasi.
2.      Warga jemaat yang berumur 17 tahun ke atas yang tidak mau mengikuti katekisasi.
3.      Warga jemaat yang menerima baptisan dewasa di gereja lain dan tidak mau menikuti katekisasi dan naik sidi.
Adapun yang menjadi tata cara penggembalaan yaitu:
1.      Setelah terbukti melakukan pelanggaran dan kelalaian dalam katekisasi dan sidi, maka yang bersangkutan dapat dikenai tata penggembalaan GKPI dalam bentuk bimbingan dan pengajaran tentang dasar serta tujuan katekisasi dan sidi bagi orang percaya.
2.      Jika warga jemaat tersebut sudah berulang kali menerima bimbingan tentang pengertian katekisasi tetapi tidak mau untuk mengikuti katekisasi dan sidi, maka keanggotaannya diakhiri.[39]
2.4.4.3. Gereja GKPS (Gereja Kristen Protestan Simalungun)
Katekisasi Sidi dalam GKPS disebut dengan istilah parguru manaksihon haporsayaon. Katekisasi adalah pengajaran kepada jemaat yang di gereja sehingga mengerti firman Tuhan dan janji-Nya yang akan memberikan kehidupan kekal melalui iman dalam Yesus Kristus. Sehingga dapat dikatakan bahwa Katekisasi Sidi itu adalah pengajaran peneguhan akan landasan iman Kristen.[40] Pelaksanaan Katekisasi Sidi sesungguhnya tidaklah hanya menambah pengetahuan akan agama. Namun besar harapan, melalui katekisasi (marguru manaksihon), maka dalam menghadapi hari-hari yang akan dilalui baik itu dalam melanjutkan sekolah, pekerjaan, dan tanggung jawab di rumah dan di masyarakat, mereka hidup dalam kepercayaan akan Yesus Kristus dan merasakan bagaimana Roh Kudus menuntun hidup mereka secara pribadi.[41]
Sesuai dengan Peraturan Rumah Tangga (PRT) GKPS, Bab I tentang keanggotaan GKPS, maka disebutkan bahwa anggota sidi adalah orang yang sudah menerima baptisan dan sudah melakukan parguruan (katekisasi). Terkait peraturan ini, maka tujuan ataupun kegunaan dari pelaksanaan Katekisasi Sidi yaitu:[42]
a)      Menjadi anggota GKPS
b)      Setelah melakukan Katekisasi dan diakhiri dengan angkat Sidi, maka bisa mengikuti Perjamuan Kudus (PRT A, 3)
c)      Berhak memberikan suara dalam rapat kuria (PRT I. 5, 2)
d)     Berhak dipilih menjadi anggota luar biasa Majelis Jemaat (PRT IV. 24, 2)
e)      Dalam kaitan melanjutkan sekolah, kadang kala ada yang meminta surat sidi. Oleh sebab itu, dapat digunakan pada keperluan atau syarat untuk melanjutkan sekolahnya.
2.4.4.4. Gereja  GKPA (Gereja Kristen Protestan Angkola)
Dalam BAB IX, pasal 15, Tata Gereja dan Tata Laksana GKPA tentang Sidi dijelaskan bahwa:[43]
1.      GKPA melaksanakan dan menyelenggarakan pengajaran dan pembinaan (katekisasi) bagi para calon anggota sidi.
2.      Sebelum lepas sidi, pengetahuan mereka diuji di hadapan para pelayan Gereja setempat dan orangtua masing-masing.
3.      Para calon anggota sidi mengaku iman kepercayaannya pada kebaktian Minggu atau kebaktian yang diselenggarakan menurut tata ibadah yang diatur dalam Agenda.
Dalam gereja GKPA jelas dituangkan dan diimplementasikan ke dalam HSG terkait tentang Katekisasi Sidi tersebut, yakni: [44]
a)      Harus dilaksanakan belajar Sidi bagi jemaat yang sudah menerima Baptisan Anak
b)      Orang tua bertanggungjawab untuk menyuruh anak mereka mengikuti pelajaran Sidi setelah berumur 14 tahun
c)      Anak yang belajar Sidi wajib mengikuti pelajaran Sidi minimal sebanyak 100 kali pertemuan sesuai dengan buku panduan Sidi GKPA. Jika ada yang tidak memenuhinya, maka Majelis Parlagutan bersama dengan pendeta Resort mempertimbangkannya
d)     Harus melaksanakan ujian kepada seluruh peserta pelajar Sidi untuk menguji pengetahuan mereka di hadapan orangtuanya
e)      Tidak boleh menumpang lepas Sidi di dalam jemaat jika tidak ada surat keterangan dari jemaat yang bersangkutan bahwa dia sudah belajar Sidi.
2.4.4.5. GBKP (Gereja Batak Karo Protestan)
Katekisasi sidi adalah katekisasi yang ditujukan bagi orang yang sudah menerima baptis anak dan ingin menyatakan pengakuan percaya sidi dan menjadi warga sidi GBKP. Syaratnya ialah calon katekisan telah berusia lima belas (15) tahun ketika pengakuan percaya/ sidi dilaksanakan. Adapun prosedurnya sebagai berikut: [45]
1.      Calon katekisan mendaftarkan diri kepada majelis runggun dengan memakai formulir pendaftaran
2.      Katekisan sidi diselenggarakan selama enam (6) bulan sampai dua belas (12) bulan dengan menggunakan buku katekisasi yang disebutkan dalam tata laksana pasal 17.
3.      Katekisasi dilaksanakan oleh Majelis runggun dan dilayankan oleh pendeta atau orang yang ditunjuk oleh  majelis runggun.
Prosedur pelaksanaan penggembalaan khusus terhadap warga sidi sebagai berikut: [46]
1.      Jika majelis runggun sudah melaksanakan secara optimal percakapan pastoral dalam kerangka penggembalaan umum terhadap seseorang warga sidi terlapor  (tata laksana pasal 51:1) dan terlapor tidak bertobat , majelis runggun dalam persidangannya menetapkan bahwa terlapor berada dibawah penggembalaan khusus. Karena berada dibawah penggembalaan khusus, yang bersangkutan tidak diperkenankan untuk mengikuti Perjamuan kudus, untuk membawa anaknya dengan maksud untuk dibaptiskan, untuk menerima pelayanan perkawinan gerejawi untuk memilih dan dipilih menjadi pelayan khusus dan untuk diproses menjadi pengurus unit pelayanan khusus, dan jika yang bersangkutan pengurus inti harus dinonaktifkan untuk paling lama 6 bulan.
2.      Majelis runggun melaksanakan penggembalaan khusus terhadap yang bersangkutan dalam bentuk percakapan pastoral, pembimbingan, peneguran, pendampingan, agar yang bersangkutan bertobat. Selama menjalani penggembalaan khusus itu yang bersangkutan tetap didoakan.
3.      Jika dalam waktu paling lama enam (6) bulan yang bersangkutan bertobat, majelis runggun dalam persidangannya menetapkan bahwa penggembalaan khusus terhadapnya dinyatakan selesai dan yang bersangkutan berhak mengikuti Perjamuan kudus, membawa anaknya agar dibaptis, menerima pelayanan perkawinan, memilih dan dipilih dan diaktifkan kembali dalam kepengurusan unit pelayanan.
4.      Jika yang bersangkutan tetap tidak bertobat  maka yang bersangkutan dikeluarkan dari kewargaan GBKP dan yang bersangkutan tetap didoakan.
III.             Kesimpulan
Ibadah menjadi ciri dimana manusia hidup dalam relasi yang benar dengan Allah. ibadah disangkut pautkan dengan penyembahan. Penyembahan yang dilakukan untuk memuliakan Tuhan. melalui ibadah manusia mengadakan hubungan vertikal dengan yang ilahi dan mewujudkan nilai-nilai rohaninya dalam kehidupan bersama (horizontal). Dalam peribadahan juga perlu juga mengetahui beberapa hari-hari raya gerejawi. Dimana disana juga diadakan perayaan dalam bentuk ibadah. Orang kristen yang telah mempercayai Tritunggal, dan lebih memahami ajaran-ajaran Kristen yang berlaku di gereja, perlu melakukan katekisasi dan sidi, karena katekisasi adalah salah satu wadah, di mana gereja mempersiapkan jemaat yang benar-benar memahami dengan benar tentang Alkitab. Sehingga katekisasi sidi itu sangat penting, sebab itulah tiap-tiap gereja mengaturkan di dalam tata gereja dan tata laksana tentang Katekisasi sidi.
IV.             Daftar Pustaka
......, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke III, Jakarta: Balai Pustaka, 2007
Abineno,  J. L. Ch., Mazmur dan Ibadah, Jakarta: BPK-GM, 1991
Abineno, J. L. Ch., Ibadat Jemaat, Jakarta: BPK-Gm, 1987
Abineno, J. L. Ch., Sekitar Katekese Gerejawi (Pedoman Guru), Jakarta: BPK-GM, 2005
Aritonang, Jan S., Buku Katekisasi Gereja Kristen Protestan Indonesia, Pematangsiantar: Kolportase GKPI, 2001
Bassco dan cuncha, Merayakan Karya Penyelamatan Dalam Kerangka Tahun Liturgi, Yogyakarta: Kanisius, 1992
­­­­­­­Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990
Heuken, A., Ensiklopedi Gereja H-K, Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1992
Homrighausen, E. G. dan I. H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2005
Munthe, A., Pargamon Parlajaran ni Parguru Manaksihon Haporsayaon, Pematang Siantar: Kolportase GKPS, 2001
Munthe, A., Tahun Gerejawi, Pematang Siantar: Kolpoltase GKPS, 1977
Panitia Tahun Bapa GKPS, Landasan Iman Kristen dan Penjelasannya, Pematang Siantar: Kolportase GKPS
Pimpinan Pusat, Pokok-Pokok Pemahaman Iman GKPI, Pematangsiantar: Kolportase GKPI, 1993
Pimpinan Pusat, Tata Gereja dan Peraturan-peraturan GKPS, Pematangsiantar: Kolportase GKPS, 2013
Pucuk Pimpinan, Tata Dasar HKI Pasal 8 tentang Perayaan Gerejawi, Pematang Siantar: Kanpus HKI, 2005
Rahman, Rasid, Hari Raya Liturgi, Jakarta: BPK-GM, 2011
Riemer, G., Ajarlah Mereka, Jakarta: YKBK/OMF, 1998
Sormin, P., Pembimbing ke Dalam (sekitar) Ilmu, Pematang Siantar: Berka, 1971
Th. Van den End, Enam Belas Dokumen Dasar Calvinisme, Jakarta: BPK-GM, 2000
Tim Penulis, Tumbuh Berbuah; Buku Katekisasi Sidi HKI, Pematang Siantar: Kantor Pusat HKI, 2014
Tim Penyusun, Tata Gereja dan Tata Laksana GKPA ditetapkan pada Sinode AM XIV, Padangsidimpuan: Kantor Pusat GKPA, 2003
Tim Penyusun, Tata Gereja GBKP 2015-2025, Kabanjahe, Moderamen GBKP, 2015
Tim Penyusun, Tata Penggembalaan Gereja Kristen Protestan Indonesia, Pematangsiantar, KOLPORTASE GKPI, 2014
Vajta, Vilmos, Ibadah Menurut Luther sebuah tafsiran, PematangSiantar: CV Tried Rogate, 2012
Widdwissoeli M. Saleh, Hari Raya dan Simbol Gerejawi, Yogyakarta; Taman Pustaka Kristen, 2008 Heuken, A., Ensiklopedi Gereja, Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1994


[1] ......, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke III, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), 415
[2] Vilmos Vajta, Ibadah Menurut Luther sebuah tafsiran, (PematangSiantar: CV Tried Rogate, 2012), 18-21
[3] Widdwissoeli M. Saleh, Hari Raya dan Simbol Gerejawi, (Yogyakarta; Taman Pustaka Kristen, 2008), 1
[4] Ibid, 1-2
[5] A. Heuken SJ, Ensiklopedi Gereja, (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1994), 278
[6] Rasid Rahman, Hari Raya Liturgi, (Jakarta: BPK-GM, 2011), 66
[7] Bassco dan cuncha, Merayakan Karya Penyelamatan Dalam Kerangka Tahun Liturgi, (Yogyakarta: Kanisius, 1992), 78
[8] A. Munthe, Tahun Gerejawi, (Pematang Siantar: Kolpoltase GKPS, 1977), 3
[9] Rasid Rahman, Hari Raya Liturgi, 126
[10] J. L. Ch. Abineno, Mazmur dan Ibadah, (Jakarta: BPK-GM, 1991), 34
[11]  Pucuk Pimpinan, Tata Dasar HKI Pasal 8 tentang Perayaan Gerejawi, (Pematang Siantar: Kanpus HKI, 2005), 3
[12] Ibid, 88
[13]  Tim Penyusun, Tata Penggembalaan Gereja Kristen Protestan Indonesia, (Pematangsiantar, KOLPORTASE GKPI, 2014), 38-39
[14] Pimpinan Pusat, Pokok-Pokok Pemahaman Iman GKPI, (Pematangsiantar: Kolportase GKPI, 1993), 28
[15]Ibid, 29
[16] Pimpinan Pusat, Tata Gereja dan Peraturan-peraturan GKPS, (Pematangsiantar: Kolportase GKPS, 2013), 13
[17] Tim Penyusun, Tata Gereja dan Tata Laksana GKPA ditetapkan pada Sinode AM XIV, (Padangsidimpuan: Kantor Pusat GKPA, 2003), 6
[18] Jan S. Aritonang, Buku Katekisasi Gereja Kristen Protestan Indonesia, (Pematangsiantar: Kolportase GKPI, 2001), 1
[19] ­­­­­­­Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), 396 dan 837
[20] A. Heuken SJ, Ensiklopedi Gereja H-K, (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1992),  201-203
[21] E. G. Homrighausen dan I. H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 2005), 108
[22] Tim Penulis, Tumbuh Berbuah; Buku Katekisasi Sidi HKI, (Pematang Siantar: Kantor Pusat HKI, 2014), 7
[23] Ibid, 8
[24] J. L. Ch. Abineno, Sekitar Katekese Gerejawi (Pedoman Guru), (Jakarta: BPK-GM, 2005), 1-2
[25] E. G. Homrighausen dan I. H. Enklaar,  Pendidikan Agama Kristen, 105
[26] J. L. Ch. Abineno, Sekitar Katekese Gerejawi,  23-24
[27] . G. Homrighausen dan I. H. Enklaar,  Pendidikan Agama Kristen, 122
[28] Ibid, 122
[29] P. Sormin, Pembimbing ke Dalam (sekitar) Ilmu, (Pematang Siantar: Berka, 1971), 3
[30] A. Heuken SJ, Ensiklopedi Gereja H-K, 205
[31] G. Riemer, Ajarlah Mereka, ( Jakarta: YKBK/OMF, 1998), 33-35
[32] J. L. Ch. Abineno, Ibadat Jemaat, (Jakarta: BPK-Gm, 1987), 100
[33] J. L. Ch., Sekitar Katekese Gerejawi, 27
[34] Bnd. Th. Van den End, Enam Belas Dokumen Dasar Calvinisme, (Jakarta: BPK-GM, 2000), 57
[35] Tim Penulis, Tumbuh Berbuah; Buku Katekisasi Sidi HKI, 8
[36] Ibid, 8-9
[37] Pucuk Pimpinan, Tata Dasar HKI Pasal 6 tentang Petunjuk Pelayanan Gereja81-82
[38]  Tim Penyusun, Tata Penggembalaan Gereja Kristen Protestan Indonesia, (Pematangsiantar, KOLPORTASE GKPI, 2014),42-43
[39] Ibid, 43-44
[40] Panitia Tahun Bapa GKPS, Landasan Iman Kristen dan Penjelasannya, (Pematang Siantar: Kolportase GKPS)
[41] A. Munthe, Pargamon Parlajaran ni Parguru Manaksihon Haporsayaon, (Pematang Siantar: Kolportase GKPS, 2001), iii
[42] Ibid, 1
[43] Tim Penyusun, Tata Gereja dan Tata Laksana GKPA ditetapkan pada Sinode AM XIV, 7
[44] Ibid, 98
[45] Tim Penyusun, Tata Gereja GBKP 2015-2025, (Kabanjahe, Moderamen GBKP, 2015), 50
[46] Ibid, 69-70