I.
Pendahuluan
Kata
Ibadah bukanlah sesuatu yang tidak lazim lagi kita dengar, justru Ibadah itu
sendiri sering kita lakukan di dalam kehidupan kita. Namun yang menjadi masalah
adalah banyak pemahaman orang-orang tentang hakikat dan makna ibadah itu
sendiri. Ada yang memahami ibadah itu adalah urusan pribadi dengan Tuhannya,
tidak perlu dilakukan di tempat ibadah, namun berkumpul dengan saudara
seimannya. ada juga yang memahami ibadah itu sebagai sebuah persekutuan yang
melakukan ritus di tempat-tempat tertentu. Hal ini perlu penjelasan yang tepat
mengenai peribadahan itu yang dikaitkan dengan hari raya gerejawi, agar lebih
memahami lagi mengenai peribadahan dan hari raya gerejawi. Dan di dalam gereja
itu juga perlu mempersiapkan jemaatnya untuk untuk tumbuh berbuah menjadi orang
Kristen yang sejati, yang lebih mengenal jauh tentang Kristus dan menjadi murid
Kristus yang mempercayai bahwa Tritunggal di dalam dirinya, sehingga gereja
perlu melaksanakan Katekisasi dan Sidi. Untuk mendapatkan penjelasan yang lebih
dalam lagi, penulis akan memaparkan tentang peribadahan dan hari-hari raya
gerejawi, katekisasi dan sidi. Semoga pemaparan yang disampaikan penulis dapat
menambah wawasan kita.
II.
Pembahasan
2.1.
Pengertian Peribadahan
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Peribadahan merupakan hal atau cara beribadah.
Peribadahan kata dasarnya berasal dari kata ibadah yang artinya perbuatan untuk
menyatakan bakti kepada Allah yang didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya
dan menjauhi larangan-Nya.[1]
Sama hal dengan apa yang dikatakan Luther bahwa Allah dan ibadah merupakan satu
kesatuan. Gambaran seseorang tentang Allah menentukan gagasannya mengenai
ibadah, sehingga ibadah sebagai persekutuan dengan Allah. Jadi ibadah
didasarkan pada hakekat persekutuan manusia dengan Allah itu sendiri.[2]
2.1.1.
Pengertian
Hari Raya Gerejawi
Dalam
kehidupan bergereja, umat Kristen pada saat-saat teretentu memperingati dan
merayakan hari-hari istimewa yang dalam kegidupan bergereja disebut Hari-hari
Raya Gerejawi. Jadi Hari-hari Raya Gerejawi adalah hari-hari khusus yang
dirayakan oleh gereja atau umat Kristen di seluruh dunia dalam rangka
memelihara iman Kristen dan menyaksikan karya penyelamatan Allah kepada dunia
melalui Anak-Nya Yesus Kristus, Juruselamat dunia.[3]
Hari-hari Raya Gerejawi dilaksanakan di dalam rangkaian Tahun Gerejawi. Tahun
Gerejawi adalah pengaturan waktu secara khusus hari-hari minggu selama dua belas bulan yang diatur
sedemikian rupa, sehingga karya penyelamatan Allah dihayati secara nyata.[4]
2.2.
Hari-hari raya Gerejawi
Ada
beberapa hari-hari raya gerejawi yakni:
1. Hari
Raya Paskah
Kata
Paskah berasal dari bahasa Yunani yaitu “pascha”
dan dalam bahasa Ibrani “pesach”
yang artinya adalah melewati atau menyeberangi. Perayaan Paskah sudah dikenal
sejak zaman PL dan juga zaman PB. Pada zaman PL makna paskah adalah berarti
perayaan dan pengenangan akan karya Tuhan dalam penyelamatan bangsa Israel dari
tanah Mesir. Sedangkan dalam PB Paskah adalah hari raya kebangkitan Yesus
Kristus dari antara orang mati, dimana Yesus telah mengorbankan diri-Nya
sebagai Anak Domba Paskah yang sempurna yang membebaskan seluruh umat manusia
dari dosa dan maut melalui sengsara mati dan bangkitnya Yesus Kristus.[5]
Sebelum
perayaan Paskah ada tiga hari perayaan Paskah yang harus dirayakan oleh jemaat.
Perayaan atas pengorbanan Kristus dimulai dengan Kamis Putih, Jumat Agung,
Sabtu Sunyi. Kamis Putih adalah hari raya terakhir sebelum tiga hari menjelang
Paskah. Unsur utama dalam Liturgi Kamis Putih adalah Perjamuan malam terakhir
(dan perintah untuk mengadakan perjamuan kudus) dan membasuh kaki sebagai
simbol hamba yang melayani.[6]
Kebaktian ini dilakukan untuk mengenang dan menghayati perjamuan terakhir Yesus
Kristus dengan murid-muridNya menjelang kematian-Nya. Oleh karena itu liturgi
kematian kamis Putih harus berthemakan keselamatan yang diperoleh dari salib
Kristus dan kebaktian ini harus penuh dengan keheningan dan tidak ada bunyi
yang riuh dan keramaian. Kebaktian ini umumnya dilakukan pada sore hari maupun
malam hari. Jumat Agung adalah penghayatan dan pengenangan akan kematian Tuhan
Yesus Kristus di kayu salib. Hari raya ini bukanlah dari dukacita meskipun
dalam suasana keheningan namun hari kontemplasi penuh cinta akan Kristus yang
mengorbankan diri-Nya untuk menyelamatkan umat manusia. sedangkan sabtu sunyi
adalah hari penggenapan pendertiaan Yesus dikayu salib. Segenap umat Tuhan atau
gereja mengenangkan kesendirian Yesus dan makam-Nya dan terus dalam suasana
keheningan.[7]
2. Hari
Raya Pentakosta
Pentakosta
berasal dari bahasa Yunani “Pantekosta” yang
artinya hari kelima puluh. Kata ini sering diartikan Quiquagesima (berasal dari bahasa latin) yang memiliki arti yang
sama dengan pentakosta. Dan sering disebut juga dengan hari turunnya Roh Kudus
(Kis. 2). Pada dasarnya bagi gereja-gereja hari pentakosta adalah hari yang
paling berarti dan bermakna, karena pada hari pentakosta itulah awal adanya
gereja (persekutuan umat), yang ditandai turunnya Roh Kudus kepada para
rasul-rasul.[8]
3. Hari
Raya Natal
Natal
berasal dari bahasa latin “Dies Nathalis”
sejajar dengan bahasa perancis, “Noel” yang artinya kelahiran.[9] Ada
pandangan yang mengatakan bahwa Yesus lahir pada tahun ke-28 pemerintahan
Kaisar Agustinus yakni pada tanggal 24/25 Mei tahun 3 sM. Sedangkan Clemens
Tuhan Yesus lahir tanggal 18/19 April atau 29 Mei. Sedangkan menurut pengikut
Basiledes, Tuhan Yesus lahir tanggal 10 atau 6 Januari. Namun gereja Roma
mencetak bahwa tanggal kelahiran Tuhan Yesus adalah 24/25 Desember. Tanggal
kelahiran ini dikaitkan dengan gereja Roma dengan kelahiran dewa matahari yang
disembah oleh orang-orang kafir. Pada hari itu orang kafir merayakan “sol Invictus” yang artinya matahari yang
tidak terkalahkan. Jadi perayaan Natal tanggal 25 Desember dilakukan untuk memberi penghormatan
kepada sang surya. Sol Iustitise yang
berarti matahari kebenaran yang dinubuatkan oleh Nabi Maleakhi.[10]
2.3.
Implementasinya Dalam Gereja
Dalam
Bab II Pasal 8, tentang Perayaan Gerejawi, Gereja HKI merayakan Hari-hari Raya
besar Gerejawi, yaitu:
a. Hari
Minggu
b. Tahun
Baru I Januari
c. Hari
Kelahiran Tuhan Yesus Kristus (Natal)
d. Hari
Kematian Tuhan Yesus Kristus (Jumat Agung)
e. Hari
Kebangkitan Tuhan Yesus Kristus (Paskah)
f. Hari
Kenaikan Tuhan Yesus Kristus
g. Hari
Turunya Roh kudus (Pentakosta)
h. Hari
Ulang Tahun HKI setiap tanggal 1 Mei
i.
Hari Reformasi 31 Oktober.
Dalam
Pasal 8 hari Reformasi dan Hari Ulang Tahun HKI setiap tanggal 1 Mei dirayakan
pada Minggu terdekat sesudah hari dan tanggal itu. Tanggal dan hari perayaan
untuk nomor a sampai dengan i, tidak dapat diubah-ubah dari hari dan tanggal
yang sudah ditetapkan seluruh umat Kristen, seluruh dunia untuk setiap
tahunnya.[12]
2.3.2.
Gereja
GKPI (Gereja Kristen Protestan Indonesia)[13]
Dalam Pokok-Pokok Pemahaman Iman GKPI,
Ibadah pada hakikatnya adalah penyembahan,pemujaan dan pengabdian kepada Tuhan.
Manusia beribadah kepada Tuhan di dalam dan melalui seluruh keberadaan,
gerakhidup dan kegiatan-nya (bnd. Yos 24:15) dan itu harus terus menerus
dilatih dan dibiasakan (1 Tim 4:7b).
Secara khusus manusia menetapkan waktu, tempat dan cara beribadah, agar dapat
lebih memusatkan perhatian dalam berjumpa dengan Allah.[14]
Hari Minggu adalah hari perayaan kemenangan Tuhan Yesus Kristus atas kuasa
Iblis, dosa dan maut. Pengorbanan-Nya di kayu salib serta kebangkitan-Nya dari
kematian telah melahirkan persekutuan umat-Nya (band. Kis 2: 41-47). Jadi hari
minggu tidak sama dengan hari sabat. Bagi gereja/orang Kristen tidak ada hari
sabat. Hari sabat diberikan Tuhan Allah kepada bangsa Israel sebagai suatu
tanda perjanjian antara bangsa itu dengan Tuhan Allah (Kel. 31: 13). Dengan
kedatangan Yesus kristus ke dalam dunia, dengan telah ditiadakan dan dibatalkan
(Gal 2:16-17; Ibr 9: 11-12).[15]
Pemahaman
GKPI tentang pengudusan hari minggu, peribadahan/penyembahan yaitu:
1. Pengudusan
Hari minggu.
Hari minggu adalah hari
perayaan kemenangan Tuhan Yesus Kristus atas kuasa Iblis, dosa dan maut. Bagi
orang Kristen semua hari adalah baik, namun ada suatu hari yang dikhususkan dan
dikuduskan untuk beribadah untuk memuji Tuhan, yaitu hari minggu.
2. Ibadah
pada hakikatnya adalah penyembahan,pemujaan,dan pengabdian kepada Tuhan.
Contoh-contoh
pelanggaran atas pengudusan hari minggu yakni:
1. Malas
dan menolak mengikuti kebaktian minggu
2. Menghasut
orang lain supaya tidak beribadah pada hari minggu
3. Menganut
ajaran yang mengatakan tidak perlu menguduskan hari minggu
4. Tidak
membawa anaknya ke sekolah minggu
5. Melaksanakan
hobinya pada hari minggu sehingga tidak ke Gereja.
Contoh-contoh
pengabaian atas Peribadahan/ Penyembahan:
1. Tidak
melakukan ibadah di rumh masing-masing
2. Tidak
mengikuti ibadah di sektor/lingkungan yang bersangkutan
3. Tidak
mengikuti persekutuan kategorial
4. Tindakan
mengganggu Peribadahan.
Tata
cara Penggembalaan:
1. Setelah
terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal tersebut diatas, maka kepada
yang bersangkutan dilakukan tata penggembalaan dalam bentuk bimbingan dan
pengajaran tentang pengudusan hari
minggu, ibadah/penyembahan. Setelah yang bersangkutan menyatakan pengakuan dan
pertobatan, maka yang bersangkutan diterima kembali sebagai anggota penuh.
2. Jika
yang bersangkutan tidak mau memperbaiki dirinya atau mau mengikuti
bimbingan,atau masih melakukan tindakan itu secara berulang-ulang maka
keanggotaannya di GKPI diakhiri.
2.3.3.
Gereja
GKPS (Gereja Kristen Protestan Simalungun)[16]
Dalam
Tata Gereja dan Peraturan-Peraturan GKPS, BAB X, Pasal 27 yaitu:
1. GKPS
mengadakan Ibadah pada setiap hari Minggu.
2. GKPS
mengadakan ibadah pada hari-hari besar gerejawi yakni:
a. Natal
(hari peringatan kelahiran Yesus Kristus), hari pertama dan kedua.
b. Jumat
Agung (hari peringatan kematian Yesus Kristus).
c. Paskah
(hari peringatan kebangkitan Yesus Kristus), hari pertama dan kedua.
d. Peringatan
Kenaikan Yesus kristus.
e. Pentakosta
(hari peringatan turunya Roh Kudus), hari pertama dan kedua
f. Tahun
Baru 1 Januari.
2.3.4.
Gereja
GKPA (Gereja Kristen Protestan Angkola)[17]
Dalam
Bab VII Pasal 11 Tata Gereja dan Tata Laksana GKPA yang ditetapkan pada Sinode
AM XIV tentang kebaktian dan perayaan-perayaan dalam gereja GKPA dalam
mewujudkan pengakuannya:
a. Melaksanakan
kebaktian Minggu dengan mempergunakan teks bacaan dan khotbah dari Alkitab yang
ditentukan oleh gereja menurut Tahun Gerejawi (Almanak GKPA), dan Tata Ibadah
(Agenda) GKPA.
b. Memperingati
perayaan-perayaan gerejawi dengan melaksanakan kebaktian pada:
1. Perayaan
hari Pertama dan Kedua Peringatan Kelahiran Tuhan Yesus (Natal).
2. Perayaan
Peringatan Hari Kematian Tuhan Yesus.
3. Perayaan
Hari Pertama dan Kedua Peringatan Hari Kebangkitan Tuhan Yesus (Paskah).
4. Perayaan
Hari Kenaikan Tuhan Yesus.
5. Perayaan
Hari Pertama dna Kedua Peringatan Turunnya Roh Kudus.
c. Melaksanakan
Kebaktian pada Permulaan dan Akhir Tahun.
d. Melaksanakan
Kebaktian Khusus lainnya dengan mempergunakan teks bacaan dan khotbah dari
Alkitab.
2.4.
Pengertian Katekisasi dan Sidi
Kata katekisasi berasal dari bahasa Yunani,
yakni: ‘katekhein’ yang berarti
‘mengajar, memberi instruksi dan memberikan pelayanan ajaran agama Kristen’.
Istilah katekisasi juga berasal dari bahasa Latin, yakni: ‘catechesis’ yang berarti ‘pengajaran agama’.[18]
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, katekisasi
adalah pelajaran dalam ilmu agama Kristen dan sidi adalah anggota yang
sah dari gereja.[19]
Dalam pemakaiannya, kata katekisasi berarti pelajaran atau pengajaran, dan Katekisasi
dianggap gereja sebagai salah satu tugas yang terpenting dan berdasarkan
penugasan Kristus kepada Para Rasul dan pengganti-pengganti mereka yaitu untuk
mengajar segala bangsa melakukan segala sesuatu yang telah diperintahkan-Nya
(Mat. 28: 20).[20]
Katekisasi adalah jalan yang mengantar kita
kepada pintu gereja. Gembala-gembala jemaatlah yang menjadi penunggu pintu itu.[21]
Dimana tugas itu merupakan tanggung jawab yang berat, kerena merekalah yang
bertanggungjawab dalam menumbuhkan iman dan juga meneguhkan iman percaya
domba-dombanya (jemaat-jemaatnya terkhusus kaum pemuda).
Secara
historis kata sidi sulit ditelusuri asal-usulnya. Dalam bahasa Sansekerta, kata
sidi berarti “penuh, purnama, sempurna, atau dewasa”. Pemakaian istilah
peneguhan sidi atau naik sidi berawal pada gereja-gereja di Indonesia yang
berlatarbelakang Belanda. Awalnya gereja-gereja berlatarbelakang Jerman
menggunakan istilah “konfirmasi”, yang berasal dari kata Latin yakni confirmatio (bahasa Inggris: confirmation), yang artinya peneguhan
atau penguatan.[22]
Dengan demikian, Katekisasi Sidi adalah pengajaran peneguhan atau pengajaran penguatan.
Dalam mengikuti Katekisasi Sidi, murid akan menerima peneguhan atau penguatan
sehingga penuh, purnama, sempurna, atau dewasa. Adapun pengajar Katekisasi Sidi
disebut “Katekis” atau “Katekhet”. Murid Katekisasi Sidi disebut
“Katekisan” atau “Katekumen”. Sementara proses belajar
mengajar disebut proses “Kateketis”.[23]
2.4.1.
Katekisasi
Dalam Alkitab
2.4.1.1. Katekisasi Dalam Perjanjian Lama
Katekese gerejawi berasal dari Israel. Dalam
Ulangan 6:20-25 dan Mazmur 78:1-7 kita membaca, bahwa kepada orangtua
ditugaskan untuk memberikan pengajaran tentang “perbuatan-perbuatan Allah yang
besar”. Mereka harus mewariskan kepada anak-anak mereka apa yang telah
diajarkan oleh orangtua mereka sebelumnya. Maksudnya adalah dengan jalan
memberikan pengajaran secara lisan,
tradisi tentang perbuatan-perbuatan Allah yang besar diteruskan dari generasi
ke generasi.[24]
Dalam agama Yahudi tiap-tiap anak yang usianya
genap dua belas tahun menjadi “anak taurat (bar-mitswa)”, yakni ia mulai
dianggap sebagai anggota yang bertanggungjawab dari umat Israel. Anak-anak itu
sudah dididik cukup lama dan sungguh; sekarang mereka sendiri harus melakukan
hukum-hukum Taurat dengan penuh tanggung jawab terhadap Tuhan dan masyarakat
Yahudi.[25]
2.4.1.2. Katekisasi Dalam Perjanjian Baru
Pada permulaan periode ini katekese gerejawi
masih sangat sederhana. Ia belum mengandung semua unsur tradisional dengan
lengkap. Unsur pengakuan iman (credo)
misalnya tidak lebih panjang daripada pengakuan bahwa “Yesus adalah Tuhan”
(bnd. 1 Kor. 12:3 dan Flp. 2:11). Dalam perkembangan selanjutnya, timbul
unsur-unsur rumusan pengakuan yang agak panjang dan lengkap diantaranya ialah 1
Tim. 3:16. Disamping
credo, bimbingan atau pengajaran etis
mengambil tempat yang penting dalam katekese Jemaat-jemaat Purba. Sebagai
buktinya adalah paranese dalam PB (salah satunya, Ibr. 6:1-2). Selain hal itu,
doa merupakan salah satu unsur penting dari katekese Jemaat Purba. Hal itu
nyata dari bentuk yang tetap dari doa Bapa Kami (Mat. 6:9-15 dan Luk. 11:2-4).[26]
2.4.2.
Sejarah
dan Perkembangan Katekisasi
Pada
abad-abad pertama Masehi, telah ada pelayanan Katekisasi (untuk baptisan dan
perjamuan suci).[27]
Hal ini nyata dari adanya satu Katekismus yang dipakai oleh jemaat-jemaat purba
(pada akhir abad pertama), yakni “Didache” (ajaran kedua belas Rasul), isinya
terdiri dari hukum-hukum untuk hidup orang Kristen, petunjuk-petunjuk liturgis
untuk pelayanan baptisan dan perjamuan malam, peraturan-peraturan untuk hidup
jemaat dan pejabat-pejabat, dan nasihat yang bersifat eskatologis. Dan pada
abad kedua, pendidikan Gereja terhadap calon-calon baptisan orang dewasa telah
diatur dengan seksama. Gereja menuntut supaya calon-calon baptisan belajar
selama tiga tahun, barulah mereka diterima pada baptisan dan perjamuan suci.
Sebelum hari penerimaan dan peneguhan hati, mereka belum diperbolehkan
mendengarkan Doa Bapa Kami bersama dengan anggota jemaat untuk hadir pada Perjamuan
Kudus, karena hal tersebut hanya dapat dihadiri oleh yang telah menjadi anggota
penuh dari jemaat Kristen.[28]
Pada akhir abad keenam dan permulaan abad ketujuh, sejak agama Kristen
dijadikan sebagai agama negara dalam kekaisaran Romawi Barat (oleh Konstantinus
Agung), maka Gereja melupakan tugasnya yang penting yaitu Katekisasi.
Katekisasi tidak lebih dari pengajaran yang menenangkan agar setiap orang harus
berproporsi dalam rituisme keKristenan.[29]
2.4.3.
Tujuan
dan Makna Katekisasi
Tujuan
Katekisasi secara umum adalah Katekisasi dapat digambarkan sebagai kegiatan
membuat orang memahami sabda Allah, yaitu Kitab Suci dan mengikut Yesus Kristus
yang adalah Sabda Allah yang hidup dan membantu orang mengamalkan iman di dalam
kehidupan pribadi dan bermasyarakat sebagaimana tanggungjawab penuh anggota
gereja biasanya.[30]
Dalam buku pedoman Katekese[31]
menjelaskan bahwa tujuan Katekisasi Sidi adalah Katekisasi Sidi sebagai alat
Roh Kudus untuk mengajarkan ajaran Kristus, terutama kepada orang dewasa di
ambang pintu Gereja dan kemudian di dalam Gereja kepada anak-anak Perjanjian
Allah, sehingga mereka mengenal Allah Bapa dan mengaku Yesus Kristus sebagai
Juruselamat sejati yang satu-satunya untuk seluruh wilayah kehidupan mereka:
“mengasihi dan memuji Allah, dan mengasihi sesama manusia”. Selanjutnya,
Abineno juga mengatakan bahwa salah satu tujuan katekisasi Sidi adalah
pendidikan atau pembinaan anggota-anggotanya termasuk pemuda untuk menyadari
tugas mereka di dalam gereja. Pengikut Katekisasi Sidi harus mengakui bahwa
gereja adalah suatu persekutuan orang-orang kudus yang tersebar di seluruh
dunia.[32]
Dalam
abad kedua ini juga Katekese Gereja terdiri dari dua tingkat, yaitu tingkat Katekumin-katekumin (Pengikut-pengukit
Katekisasi) dan tingkat calon-calon baptisan. Bila ada orang yang mau menjadi
anggota Gereja, ia tidak begitu saja diterima untuk dibaptis. Ia mula-mula
harus menjadi katekumin, lalu
menjalani dahulu “waktu percobaan”, dan bila mereka berhasil mengakhiri “waktu
percobaan” ini dengan baik, barulah mereka dipersiapkan untuk dibaptis (waktu
persiapan berlangsung 40 hari) dan diakhiri dengan baptisan pada malam Paskah.[33]
Namun lama-kelamaan peraturan yang keras dan baik itu sudah mulai kendor, ini
diakibatkan karena agama Kristen telah diizinkan bahkan dianak-emaskan oleh
Kaisar Konstantinus Agung (313),[34]
dimana beribu-ribu orang ingin menjadi anggota. Dan pada tahun 380, Kaisar
Theodosius mengeluarkan peraturan bahwa segenap rakyat harus menganut agama
resmi negara, yaitu agama Kristen, maka berbondong-bondonglah orang datang
untuk dibaptis.
2.4.4.
Implementasinya Terhadap Gereja
2.4.4.1. Gereja HKI (Huria Kristen Indonesia)
Katekisasi
Sidi adalah pengajaran peneguhan atau pengajaran penguatan. Dalam mengikuti
Katekisasi Sidi, murid akan menerima peneguhan atau penguatan sehingga penuh,
purnama, sempurna, atau dewasa, dan setelah selesai proses Katekisasi Sidi
tersebut, maka diadakan upacara ibadah lepas sidi atau naik sidi. Warga yang
sudah naik sidi inilah disebut sebagai anggota sidi. Sesungguhnya orang yang
telah naik sidi sudah menjadi anggota penuh atau anggota dewasa dalam jemaat.
Disebut penuh atau dewasa karena pengetahuan, pemahamannya dan pengakuannya
akan iman Kristen sudah penuh atau sudah dewasa. Dengan kata lain, sudah dewasa
dalam pengetahuan dan pengakuan Iman Kristen. Jadi ibadah naik sidi itu adalah
ibadah peresmian dan pernyataan kedewasaan pengetahuan dan pengakuan Iman
Kristen. Ada dua momen utama yang menandainya, yaitu upacara pemberian firman
Tuhan dari ayat Alkitab sebagai dasar dan pelita hidup, dan upacara menyaksikan
iman dengan mengucapkan “Pengakuan Iman Rasuli” di depan jemaat pada saat
kebaktian (bahasa batak: Manghatindanghon
Haporseaon).[35]
Orang
yang sudah naik sidi sering disebut dengan “malua
sian panghangkungion” yang artinya jaminan, penjaminan. Anak yang masih
dalam panghangkungion ni natoras adalah anak yang masih
tergantung pada orangtuanya dalam hal pengetahuan dan pengakuan akan iman
Kristen. Anak tersebut belum dewasa dalam pengetahuan dan pengakuan iman
Kristen. Pengetahuan dan pengakuan imannya masih dalam jaminan atau penjaminan
orangtuanya. Dengan kata lain, pengetahuan dan pengakuan iman Kristen anak
tersebut masih belum terjamin. Jadi anak tersebut belum lepas dari jaminan
orangtunya menyangkut pengetahuan dan pengakuan akan iman Kristen itu. Tetapi
setelah lepas sidi, ia sudah dewasa dan terjamin akan pengetahuan dan pengakuan
iman Kristen. Ia sudah memiliki inti pengetahuan dan pengakuan iman Kristen
yang penuh, purnama, sempurna dan sudah menganut pengakuan akan iman Kristen
itu secara pribadi. Katekisasi Sidi tidak terkait sebagai suatu syarat untuk
dapat menikah secara Kristen. Dengan kata lain, Katekisasi Sidi bukan merupakan
sebuah tiket atau surat ijin menikah. Katekisasi Sidi adalah dalam rangka
mengajar, mendidik seseorang untuk memahami iman Kristen berdasarkan Alkitab
dan dapat menghayati, mentaati serta melaksanakan imannya dalam kehidupan
sehari-hari di tengah keluarga, gereja dan masyarakat (bnd. Ef. 4: 12-13).
Tetapi sepatutnyalah remaja dan pemuda Kristen dewasa dalam pengetahuan dan
pengakuan akan iman Kristen untuk memasuki kehidupan dewasa dalam perkawinan.
Itulah sebabnya sebelum melaksanakan perkawinan, selalu diadakan Katekisasi
Sidi dan ibadah menyaksikan iman.[36]
Terkait
dengan implementasinya terhadap gereja HKI, jelas dituangkan dalam Tata Gereja
HKI dan membuat peraturannya, yakni:[37]
1) Setiap
orangtua wajib membimbing dan menyuruh anaknya yang telah berumur 13 tahun ke
atas untuk belajar Katekisasi Sidi
2) Gereja
HKI mengakui Katekisasi Sidi yang diberikan oleh gereja yang sedogma dengan HKI
3) Setiap
anak gereja Katholik yang sudah
dikonfirmasi pun masih perlu disidikan di
HKI
4) Setiap
anak yang akan naik Sidi wajib mengikuti masa Katekisasi setidak-tidaknya 6
bulan, kecuali ada dispensasi dari pendeta resort.
2.4.4.2. Gereja GKPI (Gereja Kristen
Protestan Indonesia)
Bagi gereja GKPI, katekisasi adalah
kegiatan pendidikan dan pengajaran tentang iman Kristen yang diselenggarakan
gereja bagi seluruh warganya, dari anak-anak hingga dewasa, bertolak dari
keyakinan bahwa pendidikan dan pengajaran Kristen berlangsung seumur hidup.
Pendidikan dan pengajaran ini bersumber dari dan didasarkan pada Alkitab (bnd.
1 Tim 4:11; 2 Tim 3: 16). Khusus bagi warga gereja yang sudah dibaptis pada
waktu anak-anak ataupun bagi calon warga gereja yang hendak menerima baptisan
pada waktu dewasa, diselenggarakan katekisasi agar mereka memahami iman dan ajaran
Kristen termasuk Baptisan yang sudah ataupun belum mereka terima, karena
baptisan tidak terpisah dari iman (bnd. Mark 16:16). Mereka yang telah selesai
mengikuti katekisasi, mengikrarkan pengakuan imanya sebagai tanda bahwa mereka
telah memahami imannya dan telah menjadi warga gereja yang dewasa dan penuh
(Rom 10: 9-10), perbuatan mereka mengikrarkan pengakuan iman dan pengukuhan
mereka sebagai warga gereja yang dewasa dan penuh disebut naik sidi atau
peneguhan sidi.[38]
Adapun tata pelaksanaan katekisasi dan sidi ialah sebagai berikut:
1. Setiap
jemaat wajib melaksanakan kelas katekisasi sebanyak 100 jam pelajaran , dengan
materi pelajaran yang mengaju kepada buku katekisasi yang diterbitkan GKPI.
2. Setiap
warga jemaat wajib menikuti katekisasi sebanyak 100 jam pelajaran. Dispensasi
atas hal ini diberikan oleh pendeta resort yang bersangkutan.
3. Kelas
katekisasi direncanakan, diawasi, dibimbing, dan diarahkan oleh pendeta, tetapi
dapat dibantu oleh para pelayan yang mempunyai pengetahuan teologi/Alkitab dan pengetahauan
umum maupun dedikasi.
4. Katekisasi
(Krisma) dari Gereja Katolik Roma maupun bentuk lain yang sejenis dari
gereja-gereja lain dapat diakui di GKPI setelh memperoleh bimbingan seperlunya
dari pendeta.
5. Bagi
warga yang berkebutuhan khusus, misalnya tunanetra, tunarunggu, tunagrahita,
tunadaksa, autis, dan kurang waras dapat dilakukan katekisasi dan sidi karena
pertimbangan moral dan Anugerah Allah.
Pelanggaran
disekitar Katekisasi dan Sidi sebagai berikut:
1. Orang
tua yang lalai membawa dan menyuruh serta mengingatkan anaknya untuk mengikuti
katekisasi.
2. Warga
jemaat yang berumur 17 tahun ke atas yang tidak mau mengikuti katekisasi.
3. Warga
jemaat yang menerima baptisan dewasa di gereja lain dan tidak mau menikuti
katekisasi dan naik sidi.
Adapun
yang menjadi tata cara penggembalaan yaitu:
1. Setelah
terbukti melakukan pelanggaran dan kelalaian dalam katekisasi dan sidi, maka
yang bersangkutan dapat dikenai tata penggembalaan GKPI dalam bentuk bimbingan
dan pengajaran tentang dasar serta tujuan katekisasi dan sidi bagi orang
percaya.
2. Jika
warga jemaat tersebut sudah berulang kali menerima bimbingan tentang pengertian
katekisasi tetapi tidak mau untuk mengikuti katekisasi dan sidi, maka
keanggotaannya diakhiri.[39]
2.4.4.3. Gereja GKPS (Gereja Kristen
Protestan Simalungun)
Katekisasi
Sidi dalam GKPS disebut dengan istilah parguru
manaksihon haporsayaon. Katekisasi adalah pengajaran kepada jemaat yang di
gereja sehingga mengerti firman Tuhan dan janji-Nya yang akan memberikan
kehidupan kekal melalui iman dalam Yesus Kristus. Sehingga dapat dikatakan
bahwa Katekisasi Sidi itu adalah pengajaran peneguhan akan landasan iman
Kristen.[40]
Pelaksanaan Katekisasi Sidi sesungguhnya tidaklah hanya menambah pengetahuan
akan agama. Namun besar harapan, melalui katekisasi (marguru manaksihon), maka
dalam menghadapi hari-hari yang akan dilalui baik itu dalam melanjutkan
sekolah, pekerjaan, dan tanggung jawab di rumah dan di masyarakat, mereka hidup
dalam kepercayaan akan Yesus Kristus dan merasakan bagaimana Roh Kudus menuntun
hidup mereka secara pribadi.[41]
Sesuai
dengan Peraturan Rumah Tangga (PRT) GKPS, Bab I tentang keanggotaan GKPS, maka
disebutkan bahwa anggota sidi adalah orang yang sudah menerima baptisan dan
sudah melakukan parguruan
(katekisasi). Terkait peraturan ini, maka tujuan ataupun kegunaan dari
pelaksanaan Katekisasi Sidi yaitu:[42]
a) Menjadi
anggota GKPS
b) Setelah
melakukan Katekisasi dan diakhiri dengan angkat Sidi, maka bisa mengikuti
Perjamuan Kudus (PRT A, 3)
c) Berhak
memberikan suara dalam rapat kuria (PRT I. 5, 2)
d) Berhak
dipilih menjadi anggota luar biasa Majelis Jemaat (PRT IV. 24, 2)
e) Dalam
kaitan melanjutkan sekolah, kadang kala ada yang meminta surat sidi. Oleh sebab
itu, dapat digunakan pada keperluan atau syarat untuk melanjutkan sekolahnya.
2.4.4.4. Gereja GKPA (Gereja Kristen Protestan Angkola)
Dalam
BAB IX, pasal 15, Tata Gereja dan Tata Laksana GKPA tentang Sidi dijelaskan
bahwa:[43]
1. GKPA
melaksanakan dan menyelenggarakan pengajaran dan pembinaan (katekisasi) bagi
para calon anggota sidi.
2. Sebelum
lepas sidi, pengetahuan mereka diuji di hadapan para pelayan Gereja setempat
dan orangtua masing-masing.
3. Para
calon anggota sidi mengaku iman kepercayaannya pada kebaktian Minggu atau
kebaktian yang diselenggarakan menurut tata ibadah yang diatur dalam Agenda.
Dalam gereja GKPA jelas dituangkan dan
diimplementasikan ke dalam HSG terkait tentang Katekisasi Sidi tersebut, yakni: [44]
a) Harus
dilaksanakan belajar Sidi bagi jemaat yang sudah menerima Baptisan Anak
b) Orang
tua bertanggungjawab untuk menyuruh anak mereka mengikuti pelajaran Sidi
setelah berumur 14 tahun
c) Anak
yang belajar Sidi wajib mengikuti pelajaran Sidi minimal sebanyak 100 kali
pertemuan sesuai dengan buku panduan Sidi GKPA. Jika ada yang tidak
memenuhinya, maka Majelis Parlagutan bersama dengan pendeta Resort mempertimbangkannya
d) Harus
melaksanakan ujian kepada seluruh peserta pelajar Sidi untuk menguji
pengetahuan mereka di hadapan orangtuanya
e) Tidak
boleh menumpang lepas Sidi di dalam jemaat jika tidak ada surat keterangan dari
jemaat yang bersangkutan bahwa dia sudah belajar Sidi.
2.4.4.5. GBKP (Gereja Batak Karo Protestan)
Katekisasi
sidi adalah katekisasi yang ditujukan bagi orang yang sudah menerima baptis
anak dan ingin menyatakan pengakuan percaya sidi dan menjadi warga sidi GBKP.
Syaratnya ialah calon katekisan telah berusia lima belas (15) tahun ketika
pengakuan percaya/ sidi dilaksanakan. Adapun prosedurnya sebagai berikut: [45]
1. Calon
katekisan mendaftarkan diri kepada majelis runggun dengan memakai formulir
pendaftaran
2. Katekisan
sidi diselenggarakan selama enam (6) bulan sampai dua belas (12) bulan dengan
menggunakan buku katekisasi yang disebutkan dalam tata laksana pasal 17.
3. Katekisasi
dilaksanakan oleh Majelis runggun dan dilayankan oleh pendeta atau orang yang
ditunjuk oleh majelis runggun.
Prosedur
pelaksanaan penggembalaan khusus terhadap warga sidi sebagai berikut: [46]
1. Jika
majelis runggun sudah melaksanakan secara optimal percakapan pastoral dalam
kerangka penggembalaan umum terhadap seseorang warga sidi terlapor (tata laksana pasal 51:1) dan terlapor tidak
bertobat , majelis runggun dalam persidangannya menetapkan bahwa terlapor
berada dibawah penggembalaan khusus. Karena berada dibawah penggembalaan
khusus, yang bersangkutan tidak diperkenankan untuk mengikuti Perjamuan kudus,
untuk membawa anaknya dengan maksud untuk dibaptiskan, untuk menerima pelayanan
perkawinan gerejawi untuk memilih dan dipilih menjadi pelayan khusus dan untuk
diproses menjadi pengurus unit pelayanan khusus, dan jika yang bersangkutan
pengurus inti harus dinonaktifkan untuk paling lama 6 bulan.
2. Majelis
runggun melaksanakan penggembalaan khusus terhadap yang bersangkutan dalam
bentuk percakapan pastoral, pembimbingan, peneguran, pendampingan, agar yang
bersangkutan bertobat. Selama menjalani penggembalaan khusus itu yang
bersangkutan tetap didoakan.
3. Jika
dalam waktu paling lama enam (6) bulan yang bersangkutan bertobat, majelis
runggun dalam persidangannya menetapkan bahwa penggembalaan khusus terhadapnya
dinyatakan selesai dan yang bersangkutan berhak mengikuti Perjamuan kudus,
membawa anaknya agar dibaptis, menerima pelayanan perkawinan, memilih dan
dipilih dan diaktifkan kembali dalam kepengurusan unit pelayanan.
4. Jika
yang bersangkutan tetap tidak bertobat maka
yang bersangkutan dikeluarkan dari kewargaan GBKP dan yang bersangkutan tetap
didoakan.
III.
Kesimpulan
Ibadah
menjadi ciri dimana manusia hidup dalam relasi yang benar dengan Allah. ibadah
disangkut pautkan dengan penyembahan. Penyembahan yang dilakukan untuk
memuliakan Tuhan. melalui ibadah manusia mengadakan hubungan vertikal dengan
yang ilahi dan mewujudkan nilai-nilai rohaninya dalam kehidupan bersama
(horizontal). Dalam peribadahan juga perlu juga mengetahui beberapa hari-hari
raya gerejawi. Dimana disana juga diadakan perayaan dalam bentuk ibadah. Orang
kristen yang telah mempercayai Tritunggal, dan lebih memahami ajaran-ajaran
Kristen yang berlaku di gereja, perlu melakukan katekisasi dan sidi, karena
katekisasi adalah salah satu wadah, di mana gereja mempersiapkan jemaat yang
benar-benar memahami dengan benar tentang Alkitab. Sehingga katekisasi sidi itu
sangat penting, sebab itulah tiap-tiap gereja mengaturkan di dalam tata gereja
dan tata laksana tentang Katekisasi sidi.
IV.
Daftar
Pustaka
......,
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke
III, Jakarta: Balai Pustaka, 2007
Abineno, J. L. Ch., Mazmur dan Ibadah, Jakarta: BPK-GM, 1991
Abineno,
J. L. Ch., Ibadat Jemaat, Jakarta:
BPK-Gm, 1987
Abineno, J. L. Ch., Sekitar Katekese Gerejawi (Pedoman
Guru), Jakarta: BPK-GM, 2005
Aritonang, Jan S., Buku Katekisasi Gereja
Kristen Protestan Indonesia,
Pematangsiantar: Kolportase GKPI, 2001
Bassco
dan cuncha, Merayakan Karya Penyelamatan
Dalam Kerangka Tahun Liturgi, Yogyakarta: Kanisius, 1992
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 1990
Heuken,
A., Ensiklopedi Gereja H-K, Jakarta:
Yayasan Cipta Loka Caraka, 1992
Homrighausen, E. G. dan I. H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, Jakarta:
BPK-GM, 2005
Munthe,
A., Pargamon Parlajaran ni Parguru
Manaksihon Haporsayaon, Pematang Siantar: Kolportase GKPS, 2001
Munthe,
A., Tahun Gerejawi, Pematang Siantar:
Kolpoltase GKPS, 1977
Panitia
Tahun Bapa GKPS, Landasan Iman Kristen
dan Penjelasannya, Pematang Siantar: Kolportase GKPS
Pimpinan
Pusat, Pokok-Pokok Pemahaman Iman GKPI,
Pematangsiantar: Kolportase GKPI, 1993
Pimpinan
Pusat, Tata Gereja dan
Peraturan-peraturan GKPS, Pematangsiantar: Kolportase GKPS, 2013
Pucuk
Pimpinan, Tata Dasar HKI Pasal 8 tentang
Perayaan Gerejawi, Pematang Siantar: Kanpus HKI, 2005
Rahman,
Rasid, Hari Raya Liturgi, Jakarta:
BPK-GM, 2011
Riemer,
G., Ajarlah Mereka, Jakarta:
YKBK/OMF, 1998
Sormin,
P., Pembimbing ke Dalam (sekitar) Ilmu, Pematang
Siantar: Berka, 1971
Th.
Van den End, Enam Belas Dokumen Dasar
Calvinisme, Jakarta: BPK-GM, 2000
Tim
Penulis, Tumbuh Berbuah; Buku Katekisasi
Sidi HKI, Pematang Siantar:
Kantor Pusat HKI, 2014
Tim
Penyusun, Tata Gereja dan Tata Laksana GKPA ditetapkan pada Sinode AM XIV,
Padangsidimpuan: Kantor Pusat GKPA, 2003
Tim
Penyusun, Tata Gereja GBKP 2015-2025,
Kabanjahe, Moderamen GBKP, 2015
Tim
Penyusun, Tata Penggembalaan Gereja
Kristen Protestan Indonesia, Pematangsiantar, KOLPORTASE GKPI, 2014
Vajta,
Vilmos, Ibadah Menurut Luther sebuah
tafsiran, PematangSiantar: CV Tried Rogate, 2012
Widdwissoeli
M. Saleh, Hari Raya dan Simbol Gerejawi,
Yogyakarta; Taman Pustaka Kristen, 2008 Heuken, A., Ensiklopedi Gereja, Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1994
[1] ......, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke III, (Jakarta: Balai Pustaka,
2007), 415
[2] Vilmos Vajta, Ibadah Menurut Luther sebuah tafsiran, (PematangSiantar:
CV Tried Rogate, 2012), 18-21
[3] Widdwissoeli M. Saleh, Hari Raya dan Simbol Gerejawi,
(Yogyakarta; Taman Pustaka Kristen, 2008), 1
[4] Ibid, 1-2
[5]
A. Heuken SJ, Ensiklopedi Gereja, (Jakarta: Yayasan
Cipta Loka Caraka, 1994), 278
[6]
Rasid Rahman, Hari Raya Liturgi, (Jakarta:
BPK-GM, 2011), 66
[7]
Bassco dan cuncha, Merayakan Karya
Penyelamatan Dalam Kerangka Tahun Liturgi, (Yogyakarta: Kanisius, 1992), 78
[8]
A. Munthe, Tahun Gerejawi, (Pematang
Siantar: Kolpoltase GKPS, 1977), 3
[9]
Rasid Rahman, Hari Raya Liturgi, 126
[10]
J. L. Ch. Abineno, Mazmur dan Ibadah, (Jakarta:
BPK-GM, 1991), 34
[11]
Pucuk Pimpinan, Tata Dasar HKI
Pasal 8 tentang Perayaan Gerejawi, (Pematang Siantar: Kanpus HKI, 2005), 3
[12]
Ibid, 88
[13]
Tim Penyusun, Tata Penggembalaan
Gereja Kristen Protestan Indonesia, (Pematangsiantar, KOLPORTASE GKPI,
2014), 38-39
[14] Pimpinan Pusat, Pokok-Pokok Pemahaman Iman GKPI,
(Pematangsiantar: Kolportase GKPI, 1993), 28
[16] Pimpinan Pusat, Tata Gereja dan Peraturan-peraturan GKPS,
(Pematangsiantar: Kolportase GKPS, 2013), 13
[17] Tim Penyusun, Tata Gereja dan
Tata Laksana GKPA ditetapkan pada Sinode AM XIV, (Padangsidimpuan: Kantor Pusat
GKPA, 2003), 6
[18]
Jan S. Aritonang, Buku Katekisasi Gereja
Kristen Protestan Indonesia, (Pematangsiantar:
Kolportase GKPI, 2001),
1
[19] Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka,
1990), 396 dan 837
[20] A. Heuken SJ, Ensiklopedi Gereja H-K, (Jakarta:
Yayasan Cipta Loka Caraka, 1992),
201-203
[22] Tim Penulis, Tumbuh Berbuah; Buku Katekisasi Sidi HKI, (Pematang Siantar: Kantor Pusat
HKI, 2014), 7
[23] Ibid, 8
[24]
J. L. Ch. Abineno, Sekitar Katekese
Gerejawi (Pedoman Guru),
(Jakarta: BPK-GM, 2005), 1-2
[28] Ibid, 122
[29] P. Sormin, Pembimbing ke Dalam (sekitar) Ilmu, (Pematang Siantar: Berka,
1971), 3
[30] A. Heuken SJ, Ensiklopedi Gereja H-K, 205
[31] G. Riemer, Ajarlah Mereka, ( Jakarta: YKBK/OMF, 1998), 33-35
[32] J. L. Ch. Abineno, Ibadat Jemaat, (Jakarta: BPK-Gm, 1987),
100
[33] J. L. Ch., Sekitar Katekese Gerejawi, 27
[34] Bnd. Th. Van den End, Enam Belas Dokumen Dasar Calvinisme, (Jakarta:
BPK-GM, 2000), 57
[35] Tim Penulis, Tumbuh Berbuah; Buku Katekisasi Sidi HKI,
8
[36] Ibid, 8-9
[37] Pucuk Pimpinan, Tata Dasar HKI Pasal 6 tentang Petunjuk
Pelayanan Gereja81-82
[38]
Tim Penyusun, Tata Penggembalaan
Gereja Kristen Protestan Indonesia, (Pematangsiantar, KOLPORTASE GKPI,
2014),42-43
[39] Ibid, 43-44
[40] Panitia Tahun Bapa GKPS, Landasan Iman Kristen dan Penjelasannya,
(Pematang Siantar: Kolportase GKPS)
[41] A. Munthe, Pargamon Parlajaran ni Parguru Manaksihon Haporsayaon, (Pematang
Siantar: Kolportase GKPS, 2001), iii
[42] Ibid, 1
[43] Tim Penyusun, Tata Gereja dan
Tata Laksana GKPA ditetapkan pada Sinode AM XIV, 7
[44] Ibid, 98
[45] Tim Penyusun, Tata Gereja GBKP 2015-2025, (Kabanjahe,
Moderamen GBKP, 2015), 50
[46] Ibid, 69-70